Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut terdapat 19 perusahaan di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang terindikasi melakukan manipulasi harga alias saham gorengan. Hal ini berdasarkan hasil pemeriksaan awal OJK dalam setahun terakhir dari 34 saham yang diduga bergerak tidak wajar.
“Saham-saham tersebut setelah dilakukan pemeriksaan awal ditemukan dugaan adanya indikasi manipulasi atas pergerakan harganya,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, dalam jawaban tertulis, Rabu (21/2).
Sepanjang tahun 2023, OJK telah melakukan pemeriksaan terhadap 15 kasus dugaan pelanggaran pidana terkait dengan transaksi perdagangan dengan jumlah pihak terduga pelaku sebanyak 88 pihak.
OJK juga menjatuhkan sanksi atas 5 kasus perdagangan saham dengan rincian 31 sanksi administratif berupa denda dengan total sebesar Rp 48,77 miliar, 2 pembekuan izin dan 8 lainnya dikenakan perintah tertulis.
Selain menetapkan sanksi atas perdagangan saham, OJK juga telah mengenakan sanksi atas 6 kasus lainnya di bidang pasar modal terkait notaris, penawaran umum, perusahaan efek, dan Wakil Perantara Pedagang Efek dengan rincian 10 sanksi peringatan tertulis, 11 Sanksi denda dengan total Rp 4,5 miliar serta 2 perintah tertulis.
Inarno menambahkan, untuk mengurangi praktek manipulasi harga baik goreng saham dan perdagangan semu di pasar modal, OJK telah melakukan beberapa upaya.
Pertama, memperkuat pengawasan terhadap pasar modal, termasuk dalam hal penggunaan teknologi untuk mendeteksi dan mencegah praktek-praktek manipulasi perdagangan. Antara lain, dengan melakukan closely monitoring pada saham- saham yang baru IPO, serta penguatan system pengawasan yang telah ada dengan membangun big data analysis yang saat ini sedang dalam tahap pengembangan.
Kedua, dari aspek penegakan Hukum, OJK telah melakukan penegakan hukum baik secara pidana maupun sanksi administrasi.
Ketiga, koordinasi pengawasan dengan SRO. Selain melakukan pengawasan secara mandiri, OJK selalu melakukan koordinasi pengawasan dengan SRO untuk melakukan pengawasan terintegrasi.
“Hal ini dilakukan untuk melakukan pengawasan secara menyeluruh dari proses transaksi sampai dengan settlement terhadap aktivitas suatu saham yang diidikasikan tidak wajar,” beber Inarno.