Dipicu Stimulus Ekonomi, Reli Bursa Cina Diprediksi Terus Berlanjut

ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song/RWA/dj
Para analis memprediksi saham-saham di Bursa Cina akan terus naik setelah pasar-pasar di Cina daratan dibuka kembali setelah libur Golden Week.
Penulis: Hari Widowati
7/10/2024, 13.50 WIB

Para analis memprediksi saham-saham di Bursa Cina akan terus naik setelah pasar-pasar di Cina daratan dibuka kembali setelah libur Golden Week. Indeks saham-saham unggulan (blue chip) CSI 300 telah menguat lebih dari 25% dalam sembilan hari berturut-turut setelah pemerintah mengumumkan stimulus ekonomi pada pekan lalu.

Pada perdagangan Senin (30/9), indeks ini naik lebih dari 8% dan mencetak hari terbaiknya dalam 16 tahun terakhir. Indeks Komposit Shanghai melonjak 8,06%, sebelum pasar ditutup untuk liburan selama seminggu.

Namun, saham-saham di Bursa Hong Kong turun pada hari Kamis (2/10), mengakhiri kenaikan beruntun selama enam hari. Hal ini memicu kekhawatiran pasar terhadap reli stimulus Cina yang dinilai mulai gagal.

Berapa Lama Reli Bursa Saham akan Bertahan?

Di Cina, reli bursa saham diperkirakan akan berlanjut untuk waktu yang lama setelah bursa di Cina daratan kembali beroperasi pada Selasa (8/10) mendatang. Eugene Hsiao, Kepala Strategi Ekuitas Cina di Macquarie Capital, melihat penurunan di Hong Kong pada hari Kamis lalu sebagai aksi ambil untung jangka pendek karena kenaikan tajam pada hari sebelumnya.

"Stimulus Beijing baru-baru ini ditambah dengan partisipasi yang lebih tinggi dari para investor ritel kemungkinan akan mendorong reli yang lebih panjang," kata Hsiao, seperti dikutip CNBC.

Shehzad Qazi, Chief Operating Officer China Beige Book International, memperkirakan reli ini dapat berlanjut sampai akhir tahun. Namun, reli ini menghadapi risiko pembalikan sentimen yang buruk pada 2025 jika pasar kecewa dengan dampak dari langkah-langkah stimulus. Qazi mengatakan ia tidak berpikir langkah-langkah tersebut cukup untuk mengatasi masalah ekonomi struktural Cina.

Para investor mengharapkan langkah-langkah stimulus untuk “menghasilkan pertumbuhan blockbuster” bagi perekonomian dalam beberapa bulan mendatang. "Antusiasme investor akan berkurang jika paket tersebut hanya memberikan sedikit peningkatan,” kata Qazi.

Shaun Rein, Pendiri China Market Research, memperkirakan masih ada ruang satu hingga tiga minggu lagi bagi ekuitas Tiongkok untuk terus naik. Rein juga mengatakan bukan hal yang aneh jika investor menutup posisi untuk mengambil keuntungan dalam jangka pendek sehingga harga-harga saham kembali turun.

"Mengingat reli didorong oleh sebagian besar sentimen, kemungkinan akan ada lebih banyak volatilitas di masa mendatang karena tidak ada investor yang ingin menjadi yang terakhir masuk," ujar Rein. Namun, ia juga menyebutkan tidak ada investor yang ingin menjadi yang terakhir keluar.

Ting Lu, Kepala Ekonomi Cina Nomura, mengatakan lebih banyak investor individu telah diberi insentif untuk bergabung dalam perdagangan. "Karena, mereka takut kehilangan reli yang tampaknya hanya terjadi sekali seumur hidup,” kata Ting Lu dalam laporannya, Kamis (3/10).

Stimulus Fiskal Menjadi Fokus

Sentimen yang juga mendorong reli di bursa Cina adalah meningkatnya harapan pelaku pasar terhadap lebih banyak kebijakan fiskal dan stimulus dari Beijing untuk menopang ekonominya. Kementerian Keuangan belum mengeluarkan kebijakan-kebijakan besar untuk mendukung pertumbuhan, meskipun ada laporan-laporan mengenai rencana-rencana tersebut.

“Skala dan isi paket fiskal pada akhirnya mungkin akan sangat berimprovisasi dan tidak pasti,” kata Lu. Ia menambahkan para investor harus melakukan penilaian yang lebih hati-hati di tengah hiruk-pikuknya pasar saat ini.

Hsiao mengatakan reli ekuitas dapat tergelincir jika paket stimulus fiskal pemerintah pusat meleset dari ekspektasi. "Peristiwa-peristiwa lain yang dapat menghentikan reli ini termasuk data ketenagakerjaan Amerika Serikat (AS) yang lebih kuat dari yang diharapkan yang mengimplikasikan penurunan suku bunga The Fed yang lebih kecil, atau kemenangan Trump di bulan November,” katanya.

Cina telah berjuang dengan tekanan deflasi yang membayangi karena penurunan real estat yang berkepanjangan dan melemahnya kepercayaan konsumen domestik. Sejumlah data ekonomi dalam beberapa bulan terakhir meleset dari ekspektasi.

Hal ini meningkatkan kekhawatiran di antara para ekonom karena negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini mungkin tidak akan mencapai target pertumbuhan setahun penuh sebesar 5%.

"Kita belum pindah ke dunia di mana fiskal telah menjadi pendorong yang dominan, dan itulah yang benar-benar kita cari," ujar Alexander Cousley, Ahli Strategi Investasi, Asia Pasifik, Russell Investment.

Minggu lalu, Bank Sentral Cina (PBOC) bergerak untuk menurunkan jumlah uang tunai yang harus dipegang oleh bank-bank, yang dikenal sebagai rasio persyaratan cadangan atau RRR, sebesar 50 basis poin. Bank sentral juga memangkas suku bunga acuan repo tujuh hari sebesar 20 basis poin menjadi 1,5%.

"Fokus utama PBOC adalah pada efektivitas langkah-langkah stimulus lebih lanjut," kata Billy Leung, ahli strategi investasi di Global X. Jika tindak lanjut kebijakan kuat, ia memperkirakan pelaku pasar di Cina bisa melihat reli saham berlanjut karena didukung oleh basis partisipasi investor yang lebih luas.