Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengungkapkan bahwa sistem teknologi informasi untuk Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS) akan mulai dijalankan pada awal 2025, setelah mendapat izin dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Pembangunan sistem ini bertujuan untuk mencegah penutupan BPR dan BPRS yang semakin banyak. Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, mengatakan bahwa saat ini mereka sedang menjalin komunikasi dengan Komisi 11 DPR.
"Kalau boleh masuk, awal tahun sudah mulai jalan 2025, kalau nggak boleh, ya kami mundur," kata Purbawa kepada wartawan, Selasa (17/12).
Ia mengungkapkan LPS siap jika sudah diberi izin oleh DPR dengan anggaran dilokasikan untuk membangun sistem IT yaitu Rp 160 miliar rupiah. Pembangunan IT mencangkup pengembangan sistem hardware hingga software dan lain-lainnya.
"Ini kalau jadi betulan, ini tadi kelemahan-kelemahan BPR akan bisa kami hilangkan karena sistem IT juga selain membuat mereka lebih efisien," tuturnya.
Selain itu, BPR dan BPRS bisa bersaing dengan bank-bank digital yang lain, hingga perusahaan pinjol. Ia pun ingin membuat sistem pelatihan sentral untuk BPR dan BPRS. Sehingga manajemen mereka akan lebih bagus lagi ke depan.
"Mungkin kalau itu dijalankan 2-3 tahun ke depan lagi kami tidak akan dengar BPR jatuh karena mismanajemen atau fraud, maling pasti ada saja," tuturnya. Tapi dengan kekuatan seperti itu harusnya akan termonitor lebih dini.
Purbaya sebelumnya di hadapan DPR menjelaskan, proyek tersebut diharapkan dapat menampung lebih banyak BPR/BPRS pada tahun berikutnya. LPS juga akan menggandeng Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) hingga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam mengawasi berjalannya sistem informasi dan teknologi.