PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex terancam dikeluarkan atau delisting dari Bursa Efek Indonesia usai Mahkamah Agung atau MA menyatakan perusahaan tekstil ini pailit.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan otoritas bursa telah meminta SRIL untuk menyampaikan keterbukaan informasi kepada publik mengenai tindak lanjut dan rencana perusahaan setelah putusan pailit inkrah.
"Berdasarkan ketentuan III.1 Peraturan Bursa I-N disebutkan delisting atas suatu saham dapat terjadi jika perusahaan tercatat mengalami suatu kondisi atau peristiwa yang signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat," tulis Nyoman dalam jawaban tertulisnya, dikutip Senin (23/12).
Pengaruh negatif dalam bentuk secara finansial atau hukum, dan perusahaan tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai. Hal ini terdapat dalam Peraturan Bursa III.1.3.1.
Nyoman juga menyebut dalam Peraturan Bursa III.1.3.3, saham perusahaan tercatat telah mengalami suspensi efek. Baik di pasar reguler dan pasar tunai, dan/atau di seluruh pasar, paling kurang selama 24 bulan terakhir.
Bursa telah menghentikan sementara perdagangan efek SRIL di seluruh pasar sejak tanggal 18 Mei 2021. Hal ini terkait penundaan pembiayaan pokok dan bunga MTN Sritex Tahap III Tahun 2018 ke-6. Bursa melanjutkan penghentian sementara perdagangan efek SRIL di seluruh pasar sejak 28 Oktober 2024 sampai saat ini karena SRIL berada dalam keadaan pailit.
Sritex Bakal Tempuh Upaya Peninjauan Kembali Usai MA Tolak Kasasi
Manajemen Sritex sebelumnya menyatakan telah melakukan konsolidasi internal pasca Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi terkait putusan pailit yang dijatuhkan Pengadilan Niaga Semarang beberapa waktu lalu. Hasil konsolidasi ini adalah perusahaan tekstil tersebut akan melakukan upaya hukum peninjauan kembali.
Direktur Utama Sritex Iwan Kurniawan mengatakan, upaya hukum ini ditempuh agar pihaknya bisa menjaga keberlangsungan usaha dan menyediakan lapangan pekerjaan bagi 50 ribu karyawannya.
"Tidak semata untuk kepentingan perusahaan tapi membawa aspirasi seluruh keluarga besar Sritex," katanya dalam siaran pers, Jumat (20/12).
Terlebih, menurut Iwan, kondisi perekonomian sedang sulit. Sritex harus menjaga karyawan agar tetap dapat bekerja dan bertahan hidup menghidupi keluarga. Selama proses pengajuan kasasi ke MA, perusahaan telah melakukan berbagai upaya mempertahankan usaha dan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Hal ini pun sesuai dengan keinginan pemerintah. Iwan menyebut Sritex kini berkejaran dengan waktu dan keterbatasan sumber daya. “Kami harap pemerintah memberikan keadilan hukum yang mempertimbangkan kemanusiaan, dengan mendukung upaya kami untuk tetap dapat melanjutkan kegiatan usaha, dan berkontribusi pada kemajuan industri tekstil nasional,” ujarnya.