Adapun kenaikan provisi tersebut dilakukan seiring dengan memburuknya kualitas kredit BNI dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal itu terlihat dari rasio kredit seret atau non-performing loan (NPL) pada 2019 yang berada di level 2,3%, lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya 1,9%.
Meski kualitas kredit memburuk, BNI menyalurkan kredit Rp 556,77 triliun atau tumbuh 8,6%. Namun, pertumbuhan kredit BNI melambat dari tahun sebelumnya yang sebesar 16,2%.
Portofolio kredit BNI tersebut, disokong oleh segmen korporasi swasta Rp 181,4 triliun, tumbuh 19,6% dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan penyaluran kredit kepada BUMN Rp 106,97 triliun atau turun 3,6%.
Selain sejumlah faktor tersebut, laba bersih BNI melambat karena biaya dana atau cost of fund tahun lalu naik 3,2%. Dampaknya, rasio margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) turun 4,9%.
BNI menaikkan biaya dana karena mengalami tekanan likuditas yang terlihat dari peningkatan rasio pinjaman dibandingkan simpanan loan to deposit ratio/ (LDR). Per akhir 2018, LDR BNI berada di level 88% dan sempat naik 98,2% pada kuartal III 2019. Meski pada akhir 2019, LDR BNI 91,4%.
(Baca: Kredit Tumbuh 9,5%, BCA Raup Laba Bersih Rp 28,6 Triliun Tahun Lalu)