Bursa Paparkan Investasi Janggal Jiwasraya, DPR Simpulkan Konspirasi

Adi Maulana Ibrahim | KATADATA
Gedung Jiwasraya
10/2/2020, 20.39 WIB

Komisi XI DPR yang membidangi keuangan sepakat adanya konspirasi dalam investasi Jiwasraya. Hal ini setelah mendengar penjelasan pejabat Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) soal kejanggalan dalam investasi reksa dana dan saham dari perusahaan asuransi pelat merah tersebut.

Direktur Utama KSEI Urip Budhi Prasetyo menjelaskan Jiwasraya berinvestasi pada reksa dana yang memiliki underlying saham berkualitas rendah. Adapun beberapa produk reksa dana yang dimakud seperti dibuat khusus untuk Jiwasraya.

Ia menjelaskan, produk reksa dana yang dimiliki Jiwasraya berjenis open end. Semestinya, reksa dana tersebut bisa dimiliki oleh beberapa investor. Namun, dana kelolaan dalam reksa dana tersebut mayoritas dana Jiwasraya.

Let's say Asset Under Management (AUM)-nya sekian, tapi Jiwasraya rata-rata di-range 70-90%,” kata dia saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Gedung Parlemen, Senin (10/2).

(Baca: Tersangka Kasus Jiwasraya Benny Tjokro Buka Opsi Ajukan Praperadilan)

Mendengar penjelasan Urip, Anggota Komisi XI Misbakhun pun menilai bahwa hal ini menunjukkan adanya konspirasi di balik kegagalan investasi Jiwasraya. “Kalau begitu, kita sudah dapat jawabanya, ada konspirasi,” kata dia. Wakil Ketua Komisi XI Amir Uskara juga sepakat dengan penilaian tersebut.  

Sedangkan soal investasi saham, Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menjelaskan, Jiwasraya memegang saham dari emiten-emiten yang acap kali mendapatkan sanksi dari BEI.

BEI beberapa kali meminta penjelasan kepada emiten tersebut karena adanya transaksi efek yang tidak biasa. Semua informasi tersebut pun sudah dimasukkan dalam laman keterbukaan informasi di situs BEI, sehingga semua investor mengetahuinya.

Maka itu, ia pun tak mengerti mengapa Jiwasraya tetap membeli saham perusahaan yang secara fundamental tidak bagus itu. Apalagi, Jiwasraya memiliki manajer investasi, yang artinya berkompeten dalam mengelola portofolio investasinya.

"Mereka dilengkapi dengan petunjuk pelaksanaan pemilihan investasi. Beda sama ritel, kalau institusi itu perangkatnya lebih lengkap," ujar Nyoman.

(Baca: Transaksi di Bursa Saham Anjlok 20%, Diduga Terkait Pemblokiran Bandar)

Sebelumnya, Kejaksaan Agung menyatakan manajemen Jiwasraya diduga melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dalam mengelola dana publik. Manajemen Jiwasraya memilih berinvestasi pada instrumen berisiko tinggi demi mengejar keuntungan besar.

Pada 2018 lalu, sebesar 22,4% atau Rp 5,7 triliun dari total aset finansial perusahaan ditempatkan pada saham, tetapi hanya 5% yang ditempatkan pada saham LQ45. Lalu, 59,1% atau Rp 14,9 triliun ditempatkan pada reksa dana, tetapi hanya 2% yang dikelola oleh top tier manajer investasi.

Adapun Kejaksaan telah menetapkan enam orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan dan investasi Jiwasraya. Mereka adalah mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, bekas pejabat Jiwasraya Syahmirwan.

Kemudian, Direktur Utama Hanson International Benny Tjokrosaputro, Presiden Komisaris Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat, dan yang terkini Direktur perusahaan manajemen investasi Maxima Integra Group Joko Hartono Tirto.

Reporter: Fariha Sulmaihati