Bank Indonesia (BI) menyempurnakan aturan mengenai utang luar negeri perbankan. Penyempurnaan untuk mengatur tentang transaksi partisipasi risiko, pengecualian atas aturan main penarikan utang luar negeri, dan sanksi tambahan.
Transaksi partisipasi risiko merupakan transaksi pengalihan risiko atas individual kredit dan/atau fasilitas lainnya berdasarkan perjanjian induk transaksi partisipasi risiko. Transaksi ini mulai dilakukan di New York pada 2009-2010 dan masuk ke Indonesia pada 2016-2017.
"Transaksi baru itu salah satu alasan kami melakukan penyempurnaan PBI untuk menangkap berbagai perkembangan baru," kata Deputi Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Riza Tyas U. dalam Media Briefing di kantornya, Jakarta, Kamis (24/1).
(Baca: BI Sebut Indonesia Tidak Bisa Hidup Tanpa Utang Luar Negeri)
Riza menerangkan, dengan transaksi partisipasi risiko, bank internasional A yang berlokasi di Indonesia dapat menjual kepada cabangnya di Singapura, kredit yang disalurkan ke perusahaan Y. Transaksi ini merupakan upaya manajemen likuiditas bank multinasional.
Dalam aturan yang disempurnakan, BI juga memasukan tambahan ketentuan mengenai penarikan utang luar negeri oleh bank. Dalam bagian utang luar negeri baik jangka pendek maupun jangka panjang, BI menambahkan ketentuan pengecualian bagi permasalahan bank yang mendesak likuiditasnya atau memenuhi ketentuan otoritas.
Adapun ketentuan lainnya mengenai penarikan utang luar negeri masih sama. Misalnya, utang luar negeri jangka panjang harus mendapat persetujuan dari BI. Persetujuan berlaku untuk kurun waktu tiga bulan. "Jadi kalau sudah tiga bulan, utang harus segera direalisasikan. Bila terlambat, harus mengajukan perizinan ulang," kata Direktur Departemen Surveilans Sistem Keungan Yanti Setiawan.
Sementara itu, terkait pengawasan, dalam aturan baru ditetapkan bahwa pengawasan kepatuhan bank akan dilakukan oleh BI melalui pengawasan tidak langsung serta pemeriksaan. Pelaksanaan pengawasan ini akan dikoordinasikan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
(Baca: Peringatan Bahaya di Balik Pertumbuhan Cepat Utang Luar Negeri Swasta)
Kemudian, terkait sanksi, ada tambahan ketentuan, yaitu untuk bank yang masuk pasar guna mencari utang tanpa memeroleh persetujuan dari BI. Selain itu, ada juga sanksi bagi bank yang melakukan pelanggaran berulang.
Secara rinci, bank yang masuk pasar tanpa persetujuan akan dikenakan denda sebesar 1% dari kewajiban jangka panjang dengan minimal denda Rp 100 juta dan maksimal Rp 5 miliar. Kemudian, perbankan dikenakan sanksi berupa pembatasan keikutsertaan bank dalam operasi moneter selama tiga bulan.
Sementara itu, bank yang melakukan pelanggaran sebanyak dua kali dalam setahun bakal dikenakan sanksi pelarangan ikut operasi moneter. Namun, pelarangan tersebut hanya operasi moneter yang bersifat investasi bagi bank. "Kalau sifatnya bank yang dia butuh likuiditas tetap kami buka. Repo buka," ujarnya.