Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menilai masih ada peluang kenaikan suku bunga simpanan sepanjang tahun 2019 ini. Tetapi, kenaikan tersebut tidak akan seagresif seperti kenaikan pada tahun 2018 lalu.
Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan Fauzi Ichsan menjelaskan ada beberapa faktor yang membuat kenaikan tersebut tidak seagresif tahun lalu. Dia menilai, pasar obligasi di negara berkembang seperti Indonesia, sedang dalam tren menguat sehingga imbal hasil obligasinya menurun. Dengan begitu, membuat simpanan di industri perbankan menjadi menarik menarik kembali.
"Persaingan antara simpanan bank dengan pasar obligasi tidak akan seketat 3-4 bulan yang lalu. Ini akan membantu perbankan menggalang dana simpanan tanpa harus meningkatkan suku bunga simpanan secara agresif," kata Fauzi di kantornya, Jakarta, Kamis (10/1).
Aliran modal internasional yang diperkirakan masuk ke negara berkembang tersebut dipengaruhi oleh mulai melandainya ekspektasi kenaikan tingkat suku bunga Amerika Serikat (AS), Fed Fund Rate (FFR) tahun ini. Posisi suku bunga AS saat ini sebesar 2,25%-2,5%, namun pelaku pasar memperkirakan hingga akhir tahun 2019 ini, suku bunga AS hanya akan naik sebanyak 50 basis poin (bps) menjadi 3% saja.
(Baca: LPS Naikan Suku Bunga Penjaminan 25 Bps)
Selain itu, faktor lainnya juga datang dari membaiknya prospek solusi perang dagang antara dua negara perekonomian terbesar dunia yaitu AS dan Tiongkok. Ditambah dengan stabilnya pertumbuhan ekonomi dunia di sekitar angka 3,5% hingga 3,7%, aliran modal internasional diperkirakan akan kembali ke emerging market. "Ini kita sudah lihat di bulan ini dan Desember 2018," kata Fauzi menekankan.
Meski begitu, prospek kenaikan suku bunga simpanan masih ada karena masih ketatnya likuiditas perbankan. Hal itu tercermin dari posisi loan to deposit ratio (LDR) per November 2018 yang berada di posisi 92,59%, meski sudah turun dari posisi bulan sebelumnya yang mencapai 93,06%, batas aman LDR ada di angka 92%.
Fauzi mengatakan, dengan begitu otomatis tekanan kenaikan suku bunga simpanan akan terus ada selama 2019 ini. Walaupun, menurutnya tingkat kenaikannya tidak sepesat tahun 2018 lalu.
Pada kesempatan yang sama, Anggota Dewan Komisioner LPS Destry Damayanti menilai likuiditas di tahun ini masih ketat. Hal itu terlihat dari pertumbuhan kredit industri perbankan per akhir Desember 2018 diperkirakan tumbuh 12%, sementara pertumbuhan DPK pada periode yang sama hanya 7%.
(Baca: Likuiditas Bank Mengetat Seiring Berakhirnya Masa Repatriasi Rp 138 T)
Persaingan dana tersebut makin ketat karena bersaing dengan dengan masyarakat yang punya pilihan berinvestasi bukan hanya di deposito perbankan saja, tapi ada di intrumen lain seperti obligasi ataupun sukuk ritel. Dia menilai, faktor yang mempengaruhi likuiditas perbankan berasal dari dalam negeri karena suku bunga AS tahun ini diprediksi tidak akan meningkat tajam seperti tahun lalu.
Apalagi, menurutnya tingkat suku bunga kredit perbankan masih akan naik tahun ini, apabila belum semua bank melakukan penyesuaian di pasar terhadap tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia sepanjang tahun lalu. "Artinya kita memperkirakan likuiditas kita masih ketat. Itu dari domestik kondisinya seperti itu," kata Destry.