OJK Ungkap Kejahatan Perbankan BPR Multi Artha Mas Sejahtera

Agung Samosir | Katadata
Penulis: Ihya Ulum Aldin
21/8/2018, 15.16 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap kasus tindak pidana perbankan yang dilakukan Komisaris  Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Multi Artha Mas Sejahtera (MAMS) berinisial H. Dia disangka menggunakan dana nasabah untuk kepentingan pribadi senilai Rp 6,28 miliar dan terancam hukuman penjara minimal 5 tahun dengan denda minimal Rp 10 miliar.

Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan Rokhmad Sunanto menjelaskan pengungkapan kasus ini berawal dari temuan dalam proses pengawasan yang dilakukan OJK terhadap kegiatan BPR MAMS. Temuan ini kemudian ditindaklanjuti oleh Satuan Kerja Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK.

“Tahun 2013, tersangka sudah punya niat jahat dengan membuka rekening pribadi di Bank BCA,” kata Rokhmad di Gedung OJK, Jakarta, Selasa (21/8). Tersangka dijerat menggunakan Pasal 49 Ayat 1 huruf (a) dan (b) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. OJK juga telah mencabut izin bank yang beralamat di Bekasi, Jawa Barat ini pada 2016 lalu.

(Baca: OJK Ungkap 20 Entitas Investasi Ilegal, Termasuk Bursa Cryptocurrency)

Tersangka memerintahkan Direktur Operasional BPR MAMS untuk memindahkan kas yang ada di rekening bank tersebut ke rekening pribadi di Bank BCA tersebut. Rokhmad menjelaskan, alasan tersangka memindahkan uang tersebut, supaya bisa lebih besar jumlah tabungannya. Karena di rekening BPR itu berupa giro. “Itu argumentasi kepada ke bawahannya,” kata Rokhmad.

Sebenarnya OJK sudah memperingatkan pihak bank tersebut saat itu. Namun, OJK tidak langusng memproses secara hukum karena tidak ingin keuangan perekonomian negara terganggu dengan adanya tindakan hukum tersebut. Meski sudah diingatkan, rekening pribadi tersebut ternyata tetap tidak ditutup. Akhirnya, pada 2016 kasus ini diserahkan ke departemen penyidikan OJK, sedangkan proses penyidikannya berjalan pada 2017.

(Baca: Tiga BPR Dilikuidasi Sepanjang 2018, Terbaru BPR Budisetia Sumbar)

Rokhmad menjelaskan modus operandinya, tersangka membuka rekening di BCA, lalu secara berangsur-angsur memasukan uang sebanyak Rp 5 miliar sepanjang 2013-2016. Ada juga empat cek dari giro senilai Rp 480 juta. Berikutnya, ada pelunasan kredit dari nasabah sebesar Rp 500 juta yang juga dimasukan ke rekening BCA pribadi tersebut. Kemudian tersangka menjual dua unit mobil inventaris perusahaan senilai Rp 300 juta. Sehingga total kerugian nasabah BPR MAMS sebesar Rp 6,28 miliar.

Uang ini kemudian digunakan tersangka untuk menjalankan bisnis lain, yaitu penyewaan alat berat. “Tapi uangnya tidak bisa kembali. Mungkin pikirannya dia berutang dulu, tapi tidak bisa dikembalikan. Tekor dia. Kemudian tidak tanggung jawab,” katanya.

Sejumlah tindakan penyidikan yang telah dilakukan OJK terkait kasus ini, antara lain memeriksa 6 orang saksi termasuk pegawai BPR MAMS Bekasi, 1 orang ahli dari Institut Keuangan Perbankan dan Informatika Asia (PERBANAS) di Jakarta, dan memeriksa 1 orang tersangka.

Kemudian menyita barang bukti berupa dokumen kredit dan kelengkapannya dengan penetapan penyitaan dari Pengadilan Negeri Bekasi, menyerahkan Berkas Perkara kepada Jaksa Penuntut Umum, menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum.

Untuk penanganan kerugian nasabah, OJK telah menyerahkan kasus ini kepada Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Kepolisian akan menelusuri aset dari pembelian barang yang dilakukan oleh tersangka dengan uang tersebut dengan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang.

“Nanti semua aset kami sita untuk diserahkan sebagai harta kekayaan milik BPR MAMS, tentu di bawah pengawasan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). LPS yang akan menangani kerugian kepada nasabah,” kata Rokhmad.