Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong lembaga jasa keuangan agar transparan dalam memberikan informasi mengenai produk dan layanannya. Sebab, masih banyak masyarakat yang menggunakan produk atau layanan keuangan tanpa memahami manfaat dan risikonya.

Anggota Dewan Komisioner bidang Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK Tirta Segara mencontohkan, banyak pemilik Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) tidak mengetahui bahwa saat pembayaran perpanjangan STNK, ada biaya premi asuransi kecelakaan.

“Dengan ketidakpahaman tersebut, banyak di antara kita tidak melakukan klaim ketika musibah karena tidak paham," kata Tirta dalam seminar Transparansi dan Disclosure Sektor Jasa Keuangan di Indonesia di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Kamis (26/4).

Berdasarkan hasil survei nasional literasi dan inklusi keuangan 2016, sebanyak 67,8% masyarakat Indonesia telah menggunakan produk dan layanan jasa keuangan. Namun, hanya 29,66% masyarakat yang memiliki pemahaman tentang jasa keuangan.

Survei tersebut juga menunjukkan bahwa masyarakat lebih tertarik untuk mengetahui manfaat suatu fitur dan layanan jasa keuangan dibandingkan risiko maupun kewajiban konsumen yang harus ditanggungnya. Tak ayal, banyak juga pengaduan masyarakat lantaran ketidakpahamannya mengenai risiko dan kewajibannya.

(Baca juga: Siapkan Aturan Asuransi Digital, OJK Utamakan Perlindungan Konsumen)

Terkait pengaduan konsumen, Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sarjito memaparkan, dari total pengaduan masyarakat ke OJK sepanjang 2013-2018, paling banyak terkait layanan perbankan (53,3%), perasuransian (25,8%), lembaga pembiayaan (multifinance) 12,7%, pasar modal 3% dan dana pensiun 1,3%.

Adapun pengaduan terkait produk atau layanan perbankan, di antaranya soal risiko kartu debit dan kredit yang belum dipahami konsumen. Selain itu, penalti, bunga dan tenor Kredit Tanpa Agunan (KTA) yang tidak jelas lantaran tidak dirinci oleh agen perbankan. "Awalnya serba oke, tapi akhirnya tidak sesuai," kata Sarjito.

Untuk layanan asuransi, pengaduan di antaranya terkait penjelasan yang tidak lengkap mengenai informasi produk dalam telemarketing. Lalu, ketidakjujuran dalam memberikan informasi pembebanan biaya atau praktik telemarketing. Selain itu, ada juga pengaduan terkait unitlink. Konsumen tidak diinformasikan dengan baik mengenai risiko dan biayanya.

(Baca juga: Dua Kelemahan Fintech Versi OJK)

Pengaduan terkait biaya-biaya yang tidak jelas juga disampaikan konsumen perusahaan pembiayaan, khususnya untuk pembiayaan kendaraan bermotor roda dua. Sementara itu, untuk pasar modal, pengaduan di antaranya terkait penipuan oleh perusahaan lain.

Secara rinci, aduan terkait transparansi yang paling dominan adalah produk atau layanan dianggap tidak sesuai dengan penawaran di awal, yaitu mencapai 228 aduan. Kemudian, restrukturisasi kredit atau pembiayaan sebanyak 82 aduan, pencairan atau klaim asuransi 75 aduan, kesulitan klaim 71 aduan, dan permasalahan agunan atau jaminan 43 aduan.

OJK menyatakan aduan masyarakat terhadap OJK tersebut dilakukan verifikasi. Setelah verifikasi, OJK akan memeriksa apakah ada pelanggaran dengan ketentuan OJK, Undang-Undang atau hukum yang berlaku. Bila ditemukan pelanggaran, OJK akan memberikan sanksi pada pihak terkait. Ke depan, OJK akan mengatur lebih jauh mengenai transparansi serta mengkaji dari sisi hukum.