Direktorat Jenderal Pajak berpotensi menerima setoran data transaksi dari jutaan kartu kredit milik nasabah kaya mulai tahun depan. Hal ini menyusul rencana institusi yang akan mewajibkan perbankan dan penyelenggara kartu kredit untuk melaporkan transaksi kartu kredit dengan tagihan di atas Rp 1 miliar setahun.
General Manager Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Steve Marta mengatakan, dengan batasan tersebut, maka bisa diprediksi bahwa kartu kredit yang datanya bakal disetor adalah yang berlimit sekitar Rp 100 juta sebulan. “Kalau saya tebak (jumlahnya) sekitar 20-25% (dari total kartu kredit beredar),” kata Steve kepada Katadata, Selasa (13/2).
Mengacu pada data Bank Indonesia (BI), jumlah kartu kredit beredar mencapai 17,24 juta kartu per Desember 2017. Dengan perkiraan Steve maka terdapat 3-4 juta kartu kredit yang data transaksinya berpotensi disetor. (Baca juga: Sri Mulyani: Tak Semua Transaksi Kartu Kredit Diintip Ditjen Pajak)
Steve menilai positif rencana batasan (threshold) untuk pelaporan kartu kredit. Sebab, jika pelaporan diberlakukan untuk seluruh kartu kredit bisa memicu kekhawatiran di masyarakat seperti terjadi pada 2016 lalu. Ketika itu, masyarakat bereaksi dengan menutup kartu kreditnya. Akhirnya, Ditjen Pajak menunda ketentuan tersebut.
Ketentuan itu sempat akan diberlakukan lagi pada 2017, namun kembali dibatalkan. “Ditjen Pajak fair-lah kalau kasih threshold ini, tapi harus ada edukasi supaya masyarakat tidak khawatir belanja,” kata dia. (Baca juga: Tagihan Kartu Kredit Lampaui Penghasilan, Indikasi SPT Pajak Tak Benar)
Tapi, ia menyarankan agar data yang dilaporkan sebatas total tagihan kartu kredit selama setahun bukan detail transaksi. “Banyak yang tidak suka detailnya dibuka, lagipula mau diapakan data sebanyak itu?” ucapnya. Di sisi lain, pelaporan detail transaksi juga merepotkan perbankan dan penyelenggara kartu kredit. Sebab, data yang harus dilaporkan menjadi sangat besar.
Adapun aturan tentang threshold dan mekanisme pelaporan transaksi kartu kredit tengah disiapkan Kementerian Keuangan bersama Ditjen Pajak. Namun, kewajiban pelaporan sudah tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 228/PMK.03/2017. Rencananya, pelaporan bakal dilakukan pada April 2019 untuk transaksi yang terjadi sepanjang Januari-Desember 2018.
Menurut Steve, bakal ada pertemuan kembali dengan Ditjen Pajak untuk membahas mekanisme lengkapnya. Ia pun belum mengetahui apakah akan ada sistem yang disediakan untuk pelaporan otomatis. Pada 2016 lalu, pelaporan dilakukan dengan mengirimkan data dalam tempat penyimpanan seperti hard disc drive. “Bahaya kalau hilang di jalan,” ucapnya.