Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) menyatakan pertumbuhan kredit yang belum agresif hingga September tahun ini karena masih belum meningkatnya permintaan, khususnya di segmen komersial, seperti kredit konsumsi. Namun, pergerakan positif sudah mulai terjadi di segmen lainnya.
Ketua Himbara Maryono mengungkapkan secara umum kredit di segmen komersial memang masih belum cukup bergairah. Walaupun sudah terdapat kenaikan harga salah satu komoditas yakni batubara, tidak lantas menaikkan permintaan. Kalaupun ada, perbankan, khususnya Himbara masih selektif dalam penyaluran kredit untuk sektor tersebut.
"Ada bagian di (segmen) komersial, mungkin ada beberapa sektor yang kami kurangi. Contohnya, di batubara ini kan banyak ya yang belum masuk ke sana," ujar Maryono saat ditemui di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (20/11). (Baca: Target Meleset, BNI Revisi Pertumbuhan Kredit Tahun Ini Jadi 13%)
Meskipun begitu, secara umum kredit yang disalurkan Himbara pun masih mengalami pertumbuhan di segmen lainnya. Dia menjelaskan penyaluran kredit di sektor perumahan, korporasi, hingga Kredit Usaha Rakyat (KUR) pun sudah mengalami peningkatan. Namun, Himbara memang masih belum menghitung detail berapa kenaikan masing-masing sektor tersebut apabila dikonsolidasikan.
Lebih lanjut, Maryono menjelaskan penyaluran kredit akan terus dipacu seiring dengan penurunan rata-rata bunga kredit Bank Himbara. Penurunan bunga ini akan berlanjut di tahun depan. Sayangnya, dia enggan menanggapi faktor-faktor yang membuat adanya penurunan penyaluran kredit di perbankan yang lebih kecil.
"BI rate kan sekarang sudah mulai menurun. Suku bunga 4 Bank Himbara sudah di bawah 10 persen rata-rata, tapi memang masih ada yang di atas 10 persen," ujar Maryono yang juga menjabat Direktur Utama Bank BTN. (Baca: Ekonomi Membaik, OJK Optimistis Kredit Tahun Depan Tumbuh 13%)
Menurut data BI, pertumbuhan kredit September 2017 tercatat 7,9 persen secara tahunan (year on year/yoy), turun dari bulan sebelumnya 8,3 persen. Sementara itu, pertumbuhan dana pihak ketiga / DPK (tabungan dan deposito) tercatat 11,7 persen, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya 9,6 persen. Adapun rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) berada pada level 2,9 persen secara gross dan 1,3 persen net.
Menyikapi hal tersebut, BI memperkirakan pertumbuhan kredit hanya akan dikisaran 8 persen pada akhir tahun. Pemangkasan proyeksi pertumbuhan kredit ini sudah kedua kalinya dilakukan oleh BI. Pada Agustus lalu, proyeksinya dipangkas menjadi 8-10 persen. Lalu dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) kali ini, BI memangkas lagi proyeksi pertumbuhan kredit menjadi hanya 8 persen.
Salah satu alasan direvisinya proyeksi ini, karena permintaan kredit yang masih rendah dari korporasi. "Untuk keseluruhan 2017, Dana Pihak Ketiga (DPK) diperkirakan tumbuh sekitar 10 persen dan kredit tumbuh lebih rendah dari perkiraan semula, menjadi delapan persen," ujar Gubernur BI Agus DW. Martowardojo.
(Baca: OJK Akan Evaluasi Penurunan Bunga Kredit Perbankan Akhir Tahun)
Agus mengatakan, proyeksi pertumbuhan kredit yang masih lemah ini utamanya karena dua hal. Pertama, dari sisi permintaan yang masih lemah untuk segmen korporasi. Umumnya, karena baru menyelesaikan proses konsolidasi. Konsolidasi dilakukan dengan mengendalikan biaya-biaya, untuk meyakini neraca keuangannya sudah sehat.
"Rugi laba sudah lebih sehat dan sekarang ini mereka belum ajukan permintaan (kredit). Masih kaji perkembangan ekonomi dunia, harga komoditas, dan kajian secara umum dari prospek yang mereka yakini," kata dia.
Alasan kedua, dari sisi perbankan yang juga masih dalam tahap konsolidasi. Terutama, untuk menjaga agar kualitas kredit membaik yang diindikasikan dengan NPL yang menurun.