Kementerian BUMN Kaji Mitigasi Risiko Holding Perbankan

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) berbincang dengan Menteri BUMN Rini Soemarno (kedua kiri) dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (kanan) di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (3/5).
Penulis: Miftah Ardhian
Editor: Pingit Aria
20/11/2017, 13.33 WIB

Alhasil, segala keputusan strategis masih akan ada di tangan pemerintah. Sedangkan, terkait pelepasan aset dan aksi korporasi penting lainnya juga tetap akan meminta persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "Secara legal kan Menteri BUMN selaku pemegang saham itu punya voting rate seri A nya," ujarnya.

Menurut Gatot, pembentukan holding ini cukup mendesak. Ia mencontohkan, holding perbankan juga bisa meningkatkan kapasitas PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk untuk memberikan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bagi masyarakat tanpa memberatkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Secara lebih rinci, Menteri BUMN Rini Soemarno menjelaskan, holding perbankan ini secara tidak langsung akan mendukung program sejuta rumah. Sebab, BTN sebagai bank milik negara memang mengkonsentrasikan diri dalam penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

(Baca: Pengusaha Ingatkan Holding BUMN Berpotensi Monopoli dan Kartel)

"Kalau digandakan kemampuan pembiayaannya kan artinya modalnya harus naik,” ujar Rini saat wawancara khusus dengan Tim Katadata, di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (2/11) lalu. 

Rini menjelaskan, kemampuan pembiayaan BTN pertahunnya hanya sekitar 500 ribuan rumah. Oleh karenanya, dia mengkhawatirkan rasio kecukupan modal (Capital to Adecuacy Ratio/CAR) BTN apabila pemerintah memaksa melakukan pembiayaan hingga satu juta rumah. “Sekarang belum (mepet), tapi kalau saya mau dorong untuk  double, ya mepet (CAR nya)," ujarnya. 

Halaman: