Inflasi AS Rendah, Harga Bitcoin Kembali Tembus Rp 1,02 Miliar
Harga Bitcoin (BTC) kembali menembus US$64.000 (Rp 1,02 miliar dengan asumsi kurs Rp 16.000/US$), pada Rabu (15/5). Kenaikan harga mata uang kripto terpopuler ini dipicu oleh data inflasi Amerika Serikat (AS) yang lebih rendah sesuai prediksi para analis.
Indeks harga konsumen AS pada April lalu turun menjadi 3,4% secara tahunan (year-on-year). Inflasi yang lebih rendah diperkirakan akan mendorong kenaikan harga aset kripto seperti Bitcoin secara lebih signifikan.
Menurut laporan U.Today, para trader pada indeks swap saat ini condong ke arah penurunan suku bunga yang lebih cepat setelah data inflasi terbaru. Bank Sentral AS (The Federal Reserve) diperkirakan akan menurunkan suku bunga acuan pada bulan September dan Desember.
Kebijakan moneter yang lebih longgar tentu saja akan berdampak positif pada aset-aset berisiko seperti Bitcoin. Bulan lalu, seperti yang dilaporkan oleh U.Today, mata uang kripto terbesar ini mengalami penurunan yang parah setelah inflasi AS ternyata lebih tinggi dari yang diperkirakan.
Harga Bitcoin mulai turun lebih rendah karena meningkatnya kekhawatiran stagflasi. Bos JPMorgan Jamie Dimon mengklaim bahwa keadaan ekonomi AS mengingatkannya pada tahun 1970-an.
Namun, Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell dengan cepat meredakan kekhawatiran stagflasi ini, yang menyuntikkan kepercayaan diri ke pasar. Saham-saham berjangka AS juga melonjak menyusul data inflasi, dengan S&P 500 berjangka menguat 26 poin.