Kepala Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menyatakan Direktorat Jenderal Pajak bakal mengutamakan sosialisasi sebelum melakukan penegakan hukum. Hal itu untuk memberikan kenyamanan bagi wajib pajak.
Melalui sosialisasi, ia berharap wajib pajak mengetahui kewajibannya dengan baik dan nyaman dalam melakukan pembayaran pajak."Wajib pajak akan tenang apabila 'saya sudah bayar pajak dengan benar'. Ini bisa diselesaikan dengan aturan yang ada," kata Suahasil saat ditemui di Plaza Mandiri, Jakarta, Senin (30/10). (Baca juga: Ingatkan Bawahan, Sri Mulyani: Jangan Sembrono Kejar Penerimaan Negara)
Sebelumnya, berkembang protes dari pelaku usaha terkait langkah penegakan hukum oleh Ditjen Pajak. Pangkal soalnya, penerbitan bukti permulaan secara masif untuk mengejar penerimaan pajak. Pelaku usaha menilai semestinya Ditjen Pajak lebih mengutamakan langkah ekstensifikasi bukan intensifikasi. (Baca juga: Diprotes Pengusaha, Dirjen Pajak: Kami Cari Penerimaan Tidak Ngawur)
Adapun pemerintah memang tengah menghadapi tantangan berat untuk mengejar target penerimaan negara. Menurut Suahasil, penyebabnya adalah rasio pajak (tax ratio) yang mengalami penurunan dalam lima tahun terakhir. Padahal, kebutuhan untuk belanja negara semakin besar.
"Kalau kebutuhan pengeluaran kami bayangkan dalam 3-4 tahun ke depan mencapai 15-16% dari Produk Domestik Bruto (PDB), seharusnya penerimaan pajak juga harus bisa mendekati angka tersebut," kata dia. (Baca juga: Menperin: Sumbangan Pajak Industri Manufaktur Tumbuh 16,63%)
Untuk meningkatkan kembali rasio pajak, Suahasil menyebut ada empat langkah perbaikan yang dilakukan Ditjen Pajak. Pertama, perbaikan dalam sistem Informasi dan Teknologi (IT). Tujuannya, agar Ditjen Pajak memiliki basis data yang akurat dan bersinergi dengan lembaga lainnya khususnya Ditjen Bea Cukai.
Kedua, perbaikan dalam Sumber Daya Manusia (SDM). Ketiga, perbaikan dalam tata cara pemungutan pajak. Keempat, perbaikan peraturan-peraturan terkait. Saat ini, pemerintah bersama DPR tengah membahas Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). Selain itu, tengah diproses juga rancangan UU Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), revisi UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo menyarankan agar pemerintah lebih fokus mengejar pajak dari pihak-pihak yang belum membayar pajak, bukan dari para peserta manesti pajak (tax amnesty).
"Berikan kelonggaran pada yang telah ikut tax amnesty. Karena toh mereka masih bisa dikejar sampai kapanpun sepanjang mereka menjadi wajib pajak," ujar Prastowo.
Selain itu, pengejaran juga semestinya fokus pada yang nilainya besar. Sehingga, tidak mengganggu Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan e-commerce yang sedang bertumbuh.
Untuk tahun depan, ia menekankan, pemerintah harus memanfaatkan kerja sama global pertukaran data secara otomatis atau Automatic Exchange of Information. Dengan kerja sama tersebut, pemerintah bisa aktif meminta data, sehingga bisa menganalisis potensi pajak dengan lebih cermat.