Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) belum akan memberlakukan sepenuhnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi untuk Kepentingan Perpajakan. Sesuai Perppu, institusi memiliki wewenang untuk meminta data nasabah domestik untuk keperluan pengawasan, ekstensifikasi, dan intelijen. Namun, wewenang tersebut belum akan dijalankan alias ditunda.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama menyatakan pihaknya sangat berhati-hati dalam melaksanakan Perppu tersebut. Maka itu, institusinya melakukan penundaan untuk meminimalisir dampaknya terhadap industri keuangan. Selain itu, memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk membetulkan surat pemberitahuan (SPT) pajaknya.
"Kami terapkan request (permintaan data) sama seperti sebelum ada Perppu. Kami tunggu masyarakat siap," ujar dia di sela-sela tax gathering Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Selatan I di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (19/7). Kebijakan tersebut tercantum dalam Surat Edaran (SE) Nomor 16 Tahun 2017 yang terbit Jumat (14/7) lalu.
Yoga menjelaskan, kebijakan penundaan tersebut diambil setelah pihaknya melakukan diskusi rutin dengan Perhimpunan Bank Swasta Nasional (Perbanas) dan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). "Data yang request kami batasi sama seperti sebelumnya," tutur Yoga (Baca juga: Pengusaha Minta Dilibatkan Buat Aturan Teknis Buka Data Nasabah)
Dalam Perppu memang diatur bahwa lembaga jasa keuangan wajib menyetorkan data nasabah ke Ditjen Pajak, baik secara otomatis ataupun atas dasar permintaan (on request). Yoga menerangkan, sesuai SE, pihaknya hanya akan meminta data dalam konteks pemeriksaan, penagihan, dan penyidikan. Sedangkan untuk yang konteks pengawasan, ekstensifikasi, dan intelijen belum akan dilakukan, walaupun dalam Perppu dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sudah dimungkinkan.
Sebelumnya, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio bahkan mengusulkan agar Ditjen Pajak menunda kewajiban lembaga jasa keuangan untuk menyetorkan data nasabah domestik secara otomatis. "Kalau bisa nanti data nasabah lokal di Indonesia bisa dibuka tapi by request (berdasarkan permintaan) saja deh," ujarnya.
Ia beralasan, investor lokal baru saja diperhadapkan dengan program pengampunan pajak (tax amnesty). Menurut dia, pemeriksaan data di pasar modal pasca tax amnesty akan memicu kegelisahan baru. (Baca: Sri Mulyani Bantah Konspirasi Perppu Buka Rekening dan Tax Amnesty)
Menurut Tito, usulan tersebut juga masuk akal sebab Perppu yang dimaksud sebetulnya untuk memfasilitasi kerja sama global pertukaran data keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) terkait perpajakan. Untuk menjalankan kerja sama global tersebut, yang harus dipersiapkan Indonesia adalah keterbukaan data nasabah asing untuk dipertukarkan dengan data nasabah Indonesia di luar negeri.