Dipersoalkan BPK, KKP Batalkan Pengadaan 600 Kapal dan Tanah Pertamina

ANTARA FOTO/Rahmad
Kapal nelayan melintasi perairan Selat Mala di Lhokseumawe, Aceh, Minggu (5/2/2017). KKP membatalkan pengadaan 600 kapal nelayan untuk memperbaiki laporan keuangannya yang berstatus disclaimer.
Penulis: Pingit Aria
16/6/2017, 06.12 WIB

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membatalkan beberapa transaksi untuk memperbaiki laporan keuangannya yang dicap “disclaimer” oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Di antara transaksi yang dibatalkan adalah pengadaan 600 unit kapal penangkap ikan dan pembelian tanah Pertamina di Pelabuhan Ratu.

“BPK memberi kami waktu 60 hari untuk berbenah, menjawab semua yang direkomendasikan,” kata Inspektur Jenderal KKP Muhammad Yusuf kepada Katadata, Kamis (15/6).

Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tersebut kemudian menyebutkan beberapa pembenahan yang telah dilakukannya untuk menjawab berbagai rekomendasi BPK.

(Baca juga: Laporan Keuangan Bermasalah, KKP Siap Diperiksa Khusus BPK)

Ia menjelaskan, tahun lalu KKP berencana mengadakan 1.354 unit kapal untuk nelayan. Dari jumlah itu, ternyata hanya 754 unit yang dapat diproses. “Jadi yang 600 batal kontrak. Galangan mengirim surat ke kami, menyatakan ketidaksanggupannya. Kami berharap ini bisa diterima BPK,” tuturnya.

Di antara pesanan kapal yang diproses, Yusuf menyebut, sebanyak 576 unit kini telah diserahterimakan ke koperasi-koperasi nelayan. Sementara 12 unit kapal telah diserahkan, namun tanda terimanya belum ada.

Selain itu, 101 unit kapal sedang dalam proses pengiriman, 29 unit sudah jadi namun belum dikirimkan, dan 31 unit masih dalam tahap pengerjaan di galangan. Ada pula 5 kapal yang hanyut di perjalanan.

Pengiriman memang bisa menjadi masalah sendiri. Sebab, nelayan yang menjadi sasaran proyek ini berada di wilayah-wilayah seperti Natuna, Rote, hingga Talaud. “Lima kapal yang hanyut itu sudah ditemukan, tapi mesinnya hilang. Akan kami ganti,” kata Yusuf.

(Baca juga:  Laporan Keuangan KKP Bermasalah, BPK Tunggu Klarifikasi Lanjutan)

Halaman: