Keamanan Jadi Masalah Utama Layanan Keuangan Digital Indonesia

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Miftah Ardhian
Editor: Pingit Aria
16/5/2017, 16.57 WIB

Selain itu, survei ini juga menemukan rendahnya pengetahuan masyarakat terkait produk dan layanan keuangan digital. Grace mencatat, hanya 40 persen yang mengetahui melalui Laku Pandai dan 21 persen melalui Layanan Keuangan Digital (LKD).

Dampaknya, menurut Grace, 91 persen pelanggan tidak bisa melakukan transaksi sendiri. Hal itu berakibat pada terbukanya peluang eksploitasi pelanggan oleh agen dua layanan tersebut.

Grace juga menyoroti mekanisme penyampaian keluhan yang kurang memadai. Hal ini terjadi karena biaya penyempaian keluhan terbilang masih cukup mahal, karena tiap kali menelepon ke call center, pelanggan bisa dikenakan biaya Rp 3.667.

Riset AKSI melibatkan 1.414 pelanggan yang tersebar di 15 Provinsi di Indonesia. Pelanggan yang diteliti merupakan perpaduan dari 886 pelanggan Laku Pandai dan 528 pelanggan LKD dari sembilan provide utama di Indonesia.

(Baca juga: Kemenkeu Dorong Uang Muka 1 Persen untuk Rumah Murah)

Senior Payment Specialist Bank Dunia Isaku Endo sepakat bahwa faktor keamanan merupakan persoalan utama yang harus dihadapi layanan keuangan digital. Menurutnya, terorisme pada sektor keuangan sama berbahayanya dari terorisme sesungguhnya.

"Inklusi keuangan membutuhkan sektor keamanan. apalagi kalau ingin memperluas layanan kepada masyarakat yang belum pernah akses ke perbankan," ujarnya.

Bank Dunia sendiri menurutnya baru saja mengeluarkan laporan terkait dengan keuangan digital. Salah satu rekomendasinya adalah untuk melakukan manajemen resiko agar bisa menyeimbangkan antara target dan tujuan dengan faktor-faktor keamanan yang bisa dihadapi.

Halaman:
Reporter: Miftah Ardhian