Sri Mulyani Kejar 22 Pengutang BLBI Senilai Rp 31 Triliun

Arief Kamaludin | Katadata
Penulis: Miftah Ardhian
Editor: Yura Syahrul
28/4/2017, 16.01 WIB

Peningkatan status penyidikan kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), telah mendorong Kementerian Keuangan untuk mengejar kewajiban obligor lainnya. Tercatat, sebanyak 22 obligor belum melunasi kewajibannya dengan total nilai sekitar Rp 31 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pihaknya akan terus mengejar para obligor yang dianggap masih memiliki kewajiban yang belum dibayarkan ke negara. "Pokoknya ada 22 obligor yang ditangani Kementerian Keuangan," ujarnya saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (28/4).

Sebelumnya, Sri Mulyani mengatakan, pemerintah masih memiliki data piutang negara dari obligor BLBI. Ia berjanji akan mengejar para obligor yang belum menunaikan kewajiban utangnya kepada pemerintah. (Baca: Pegang Data, Sri Mulyani Akan Kejar Obligor BLBI di Luar Negeri)

Saat ini, beberapa obligor sedang berada di luar negeri. Namun, pemerintah akan tetap menelusuri keberadaan mereka yang belum menunaikan kewajibannya. "Harus dikejar disertai dengan bunganya," ujarnya.

Menurut Sri, pemerintahan terdahulu telah menyerahkan daftar piutang negara yang ditanggung para obligor ke Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, serta Interpol. Kementerian Keuangan juga yang selama ini telah rutin memasok data BLBI kepada KPK.

Sementara itu, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Vincentius Sonny Loho mengatakan, terdapat sisa kewajiban atau nilai piutang para obligor BLBI yang masih menjadi kewenangan penagihan oleh Kemenkeu adalah sebesar Rp 31 triliun. Jumlahnya 22 obligor BLBI yang belum mendapatkan Surat Keterangan Lunas (SKL), tetapi ada yang berpendapat sudah melunasi kewajibannya.

"Kan kadang-kadang ada yang berpendapat mereka tidak ada utang lagi, tapi menurut kami ada. Ini masih diusahakan terus," ujarnya. (Baca: Syafruddin Temenggung Jadi Tersangka Kasus BLBI Sjamsul Nursalim)

Namun, terkait kewajiban obligor Sjamsul Nursalim, Sonny mengatakan, bahwa obligor tersebut sudah bukan menjadi kewenangan Kemenkeu untuk melakukan penagihan. Alasannya, sudah ada keterangan SKL yang diterima oleh obligor BLBI tersebut.

Sebelumnya, KPK menetapkan Syafruddin Arsjad Temenggung sebagai tersangka kasus BLBI. Dugaan korupsi atas mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) itu terkait penerbitan SKL kepada Sjamsul Nursalim. (Baca: Jokowi Minta Bedakan Inpres Megawati Soal BLBI dengan Pelaksanaan)

“KPK menetapkan SAT (Syafruddin) sebagai tersangka, selaku Kepala BPPN (ia) diduga sudah menguntungkan diri sendiri atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara dalam penerbitan SKL kepada Sjamsul Nursalim," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di Gedung KPK, Selasa, (25/4).

Sjamsul saat itu merupakan pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI). Bank tersebut merupakan salah satu yang mendapat SKL BLBI senilai Rp 27,4 triliun.