Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih belum mencapai titik temu mengenai batasan porsi kepemilikan asing di perusahaan asuransi. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menginginkan kepemilikan asing di perusahaan asuransi mencapai 80 persen, bahkan bisa sampai 100 persen.
Batasan kepemilikan asing sebesar 80 persen di perusahaan asuransi diusulkan pemerintah dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang perasuransian. Menurut Sri, di satu sisi bisnis asuransi di Indonesia memang menjanjikan.
Setiap pertumbuhan ekonomi satu persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) maka pendapatan premi perusahaan asuransi bertambah Rp 160,7 miliar. Begitu juga dengan kenaikan inflasi satu persen, akan berdampak pada peningkatan pendapatan premi Rp 8,6 miliar.
Namun, di sisi lain, perusahaan asuransi harus terus menambah modalnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Persoalannya, suntikan dari pemodal lokal selama ini masih seret. (Baca: Dongkrak Kepercayaan, Asosiasi Asuransi Dorong Penjaminan Polis)
Sri mengungkapkan, berdasarkan kajian pemerintah selama 25 tahun, pemodal domestik enggan berinvestasi di industri asuransi karena imbal hasilnya (return) jangka panjang. Padahal, perusahaan asuransi butun tambahan modal secara rutin untuk memenuhi peningkatan permintaan masyarakat. Dengan modal yang kuat, asuransi bisa menyerap risiko atas klaim yang diajukan oleh pemegang polis.
"Pemodal dalam negeri appetite terhadap risiko terbatas. Kalau dia punya uang, dia cendefung konservatif, tidak mau berinvestasi jangka panjang. Return bagus, tapi jangka panjang," katanya saat Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi Keuangan (Komisi XI) DPR membahas RPP Perasuransian di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin malam (17/4).
Berdasarkan pertimbangan kemampuan investor domestik itulah pemerintah mengusulkan batasan porsi asing di perusahaan asuransi sebesar 80 persen. Batasan ini tidak berubah dengan ketentuan yang berlaku saat ini dalam PP No. 63 Tahun 1999.
“Asuransi jiwa atau kerugian dibuat perlakuan yang beda. Batasan asing tidak perlu karena bisa saja terjadi total lose, asuransi itu bisa masuk. Untuk asuransi masyarakat umum yang pangsanya besar di situ, kami bisa terapkan (batasan asing) 80 persen,” ujarnya.
(Baca: Ditopang Investasi, Pendapatan Asuransi Jiwa Melejit 57 Persen)
Padahal, saat ini ada 19 perusahaan asuransi yang kepemilikan asingnya melebihi 80 persen. Alhasil, jika rancangan peraturan ini disetujui maka perusahaan tersebut harus mengurangi porsi kepemilikan asingnya dengan cara menambah modal.
Namun, para anggota DPR masih keberatan dengan usulan tersebut. Mereka menginginkan porsi kepemilikan asing lebih kecil, yaitu maksimal 49 persen. Anggota DPR dari Fraksi PDIP Maruarar Sirait menilai kepemilikan asing perlu dibatasi untuk melindungi kepentingan masyarakat.
Sejawatnya dari PDIP, Eva Sundari, juga khawatir keuntungan dari gurihnya bisnis asuransi di Indonesia justru dinikmati asing. Adapun, Andreas Eddy Susetyo meminta penjelasan mengenai untung-rugi kepemilikan asing sampai 80 persen.
Menurut Sri Mulyani, keuntungan pertama adalah besarnya kemampuan investor asing menambah modal akan bisa menutup risiko yang diklaim oleh pemegang polis. Apalagi, ada beberapa daerah yang sering mengalami bencana alam.
Kedua, pertumbuhan asuransi domestik tidak akan mampu mengejar peningkatan permintaan jasa asuransi di dalam negeri. Alasannya serupa, yakni keterbatasan modal. Dengan masuknya asing maka diharapkan bisa meningkatkan daya saing yang berujung pada perbaikan pelayanan kepada masyarakat.
Ketiga, kemampuan mengelola risiko dari masyarakat akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurut Sri Mulyani, sekalipun meraup untung dari besarnya pangsa pasar di Indonesia, modal asing itu akan diinvestasikan lagi di dalam negeri.
Hal tersebut dibatasi oleh sejumlah peraturan. Misalnya, aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang membatasi pengalihan keuntungan ke perusahaan induk di luar negeri maksimal 20 persen. Selain itu, ada aturan yang mendorong asuransi menempatkan sejumlah dana kelolannya ke surat utang negara (SUN).
Meski begitu, belum tercapai titik temu antara pemerintah dengan DPR hingga berakhirnya rapat. "Kami akan menjadwalkan rapat kerja selanjutnya sebelum masa sidang IV berakhir atau sebelum reses," ujar Wakil Ketua Komisi XI Muhammad Prakosa.