Selain ketidakpastian ekonomi Amerika Serikat (AS), Pemerintah Indonesia mewaspadai risiko gagal bayar utang Pemerintah Yunani. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan risiko gagal bayar negara tersebut bakal mengakibatkan perekonomian global kembali dilanda ketidakpastian selama tiga bulan ke depan.
Ia mencatat rasio utang Yunani kini mendekati 200 persen. Sedangkan defisit anggarannya sudah mencapai 4,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) negara itu. Padahal, Uni Eropa merupakan kesatuan kawasan yang menerapkan pembatasan defisit anggaran sebesar tiga persen.
Di sisi lain, tiga negara yang selama ini membantu Yunani membayar utang - Perancis, Jerman, dan Belanda - tengah mengadakan pemilihan umum. Hal ini dikhawatirkan bakal menghambat penyelamatan ekonomi Yunani.
"Ketiga negara itu sedang pemilu yang biasanya banyak sentimen yamg mengeras. Ini akan jadi ketidakpastian sekitar Juni-Juli yang akan datang," kata Sri Mulyani dalam seminar bertajuk "Problem Defisit Anggaran dan Strategi Optimalisasi Penerimaan Negara 2017" di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin (20/2).
Sekadar informasi, pada Juli mendatang Yunani harus membayar utang sebesar € 7 miliar atau setara Rp 99,25 triliun kepada bank sentral Eropa.
Sri Mulyani khawatir, terhambatnya penyelamatan Yunani bakal memengaruhi pandangan investor terhadap perekonomian dunia termasuk perekonomian negara yang pasarnya tengah berkembang (emerging market), salah satunya Indonesia. Maka itu, ia menekankan pentingnya menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang kredibel guna meningkatkan kepercayaan investor.
(Baca juga: BKPM: Ekonomi Indonesia Harus Selalu Seksi untuk Tarik Investor)
Adapun tantangan APBN di 2017 ini masih terkait seretnya penerimaan negara. Hal tersebut imbas dari rendahnya perekonomian dan permintaan dunia, terutama akibat rebalancing perekonomian Cina. Kondisi tersebut juga yang membuat penerimaan 2016 menurun ke titik terendah dalam satu dasawarsa terakhir.
Maka itu, ia menyatakan, pemerintah fokus untuk memaksimalkan belanja negara untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemerintah, kata dia, berfokus memaksimalkan anggaran pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar untuk mengurangi kemiskinan. Belanja tersebut merupakan bentuk investasi pemerintah dalam mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Belanja tersebut dinilai bisa meningkatkan produktivitas ke depan dan mendorong daya beli masyarakat dalam jangka pendek. "Ini bukan masalah punya uang atau tidak? Tapi bagaimana kami membelanjakan," kata dia. (Baca juga: Aneka Risiko Ekonomi Mengancam, BI Tahan Suku Bunga Acuan)
Ia menambahkan, pertumbuhan ekonomi tahun lalu yang mencapai 5,02 persen juga menjadi bekal bagi Indonesia untuk menghadapi ketidakpastian global ke depan. Sebab, realisasi tersebut jauh lebih baik dibanding perekonomian dunia yang terus menurun secara konstan sejak krisis global dan mencapai titik terendah tahun lalu sebesar 3,1 persen. (Baca juga: BI: Pilkada Serentak Dorong Pertumbuhan Ekonomi)
"Ini jadi salah satu yang bisa dianggap sebagai bekal untuk sikapi kondisi environment dunia ini dan bagaimana instrumen pemerintah untuk didesain guna mengurangi ketidakpastian global dan di saat yang sama memperkuat ekonomi di dalam negeri," ujar Sri Mulyani.