Rencana bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve, menaikkan tiga kali suku bunga dana (Fed Fund Rate) pada tahun ini, perlu diantisipasi oleh Pemerintah Indonesia. Sebab, kebijakan tersebut akan memukul mata uang rupiah yang dampak lanjutannya adalah menambah beban utang pemerintah.
Direktur Strategi dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Scenaider Clasein Hasudungan Siahaan mengakui, kenaikan bunga The Fed akan melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Alhasil, nilai utang yang harus dibayar pemerintah semakin besar.
“Yang pengaruh (terhadap beban utang pemerintah) itu nilai tukar. Kalau nilai tukar stabil, tidak ada pengaruhnya,” katanya kepada Katadata, Rabu (11/1). (Baca: Berkat Utang, Cadangan Devisa Melonjak US$ 4,9 Miliar)
Selain pelemahan rupiah, menurut Scenaider, kenaikan Fed Rate bakal berdampak terhadap pembengkakan biaya utang (cost of borrowing) pemerintah ke depan. Sebab, pemerintah terpaksa menaikkan kupon atau bunga surat utang yang ditawarkan kepada investor sehingga instrumen tersebut laku. Alhasil, kenaikan kupon itu bakal menambah beban bunga utang yang harus dibayarkan pemerintah.
Tahun ini, pemerintah menganggarkan pembayaran bunga utang sebesar Rp 221,4 triliun. Nilainya naik sebesar Rp 30,4 triliun dibandingkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016. (Baca: Bank Investasi Asing Ramal Rupiah Lebih Kebal Tahun Ini)
Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianinsih pernah menuturkan, penetapan besaran kupon Surat Berharga Negara (SBN) juga mempertimbangkan Fed Rate dan ekspektasi pelemahan rupiah. Semakin besar perkiraan pasar terhadap pelemahan atau depresiasi rupiah, maka semakin besar pula persentase kupon yang dibayarkan. Selain itu, kupon surat utang juga menghitung premium rate yakni peringkat yang diberikan oleh pemeringkat internasional atas SBN Indonesia.
Meski begitu, pemerintah tetap harus mencari utang melalui pasar, seperti penerbitan surat utang untuk kebutuhan menutup defisit anggaran dan membayar utang lainnya. “Kalau bayar, ya bayar saja. Karena bunga (kupon) itu turun-naik. Tapi tidak bisa ditungu-tunggu (menerbitkan surat utang kalau bunga rendah),” ujar Scenaider.
Kondisi tersebut pada akhirnya akan membuat defisit keseimbangan primer terus meningkat. Keseimbangan primer menunjukkan kemampuan pemerintah membayar utang dibanding penerimaan. (Baca: Kementerian Keuangan: JP Morgan Buat Riset Tak Kredibel)
Tahun lalu, realisasi keseimbangan primer defisit Rp 124,9 triliun atau 118,4 persen dari target Rp 105,5 triliun. Sedangkan pada tahun ini, pemerintah menargetkan defisit keseimbangan primer turun menjadi Rp 111,4 triliun. Artinya, pinjaman yang dilakukan pemerintah bukan lagi untuk investasi namun buat membayar beban utang sebelumnya.