Langkah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyandera para penunggak pajak membuahkan hasil. Dari 59 penanggung pajak, diperoleh pembayaran sebesar Rp 378 miliar. Upaya penyanderaan (gizjeling) atau paksa badan memang jadi salah satu strategi jitu DJP untuk mengoptimalkan penerimaan pajak tahun ini.
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP Angin Prayitno Aji mengungkapkan, institusinya sepanjang tahun ini melakukan penyanderaan terhadap 75 penanggung pajak dari 58 wajib pajak. Jumlah itu meningkat dibanding tahun lalu, dimana penyanderaan hanya diterapkan pada 38 penanggung pajak dari 28 wajib pajak.
Adapun nominal Rp 378 miliar yang dibayarkan oleh 59 penanggung pajak tahun ini, baru sebagian dari total tunggakan. “Tahun ini, 59 penanggung pajak yang memiliki utang Rp 708 miliar sudah membayar Rp 378 miliar,” kata Angin di Jakarta, Jumat (30/12). (Baca juga: Tax Amnesty Dongkrak Pelunasan Utang Pajak Rp 36,99 Triliun)
Yang terbaru, penyanderaan berbuah pelunasan tunggakan terjadi pada Rabu lalu (28/12). Seorang penunggak pajak berinisial CR melunasi tunggakan senilai Rp 45,9 miliar. CR merupakan penanggung pajak dari PT PKP yang sempat dititip DJP di lembaga pemasyarakatan (lapas) di Bandung, dan langsung membayar lunas utangnya.
Selain CR, DJP melakukan penyanderaan terhadap penanggung pajak lainnya pada hari yang sama. DJP membawa penunggak pajak berinisial NAL untuk dititip di lapas Tanjung Pinang. NAL memiliki tunggakan pajak senilai Rp 11,5 miliar, namun masih enggan membayar. Dia merupakan penanggung pajak dari PT GKJL yang telah dikenai hukuman sandera 2 x 6 bulan.
(Baca juga: Ditawari "Angka Damai" Tagihan Pajak, Google Masih Nawar)
Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Ilham Jaya mengatakan, penanggung pajak mengalami depresi. “Awalnya dia ditempatkan sendirian, saya bilang jangan, digabung saja dengan napi tindak pidana korupsi (tipikor) jadi bisa diawasi. Depresi sepertinya karena malam-malam dibawa masuk (ke lapas), tapi dia sudah diperiksa dokter lapas dan kondisinya sudah baik."
Menurut Angin, tersisa satu penunggak pajak asal Selandia Baru berinisial AJT yang masih dikejar DJP. Pria berumur 45 tahun itu memiliki tunggakan pajak Rp 13,9 miliar dari perusahaan pertambangan milik asing. Hingga kini, DJP bersama kepolisian masih mencari penunggak pajak yang diduga masih berada di dalam negeri tersebut.
“Sekarang proses pengumpulan data dan informasi sampai kedutaan, semoga 1-2 hari yang bersangkutan mau nongol,” kata Angin. (Baca juga: Ditjen Pajak Desak Penunggak Pajak Segera Ikut Tax Amnesty)
Selain penyanderaan, DJP melakukan sederet langkah tegas lainnya untuk mendorong pelunasan tunggakan pajak. Angin merinci, institusinya telah menerbitkan 326.322 surat paksa setahun ini. Jumlah itu meningkat dibanding 2015 lalu yang sebanyak 128.772 surat.
DJP juga menerbitkan dua kali lipat lebih banyak surat perintah penyitaan dari tahun 2015 yang sebanyak 9.546 surat menjadi 18.461 surat tahun ini. Adapun pencegahan menurun dari 1.037 kali menjadi 760 kali tahun ini. Penyebabnya, mayoritas penunggak pajak memilih melunasi utangnya dan mengikuti program pengampunan pajak (tax amnesty).