Penetrasi Internet Melalui Ponsel Tingkatkan Akses ke Perbankan

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Miftah Ardhian
31/8/2016, 20.37 WIB

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan dibutuhkan penetrasi teknologi dan informasi (internet) untuk meningkatkan inklusi keuangan, yakni perluasan ke perbankan. Misalnya, dengan meningkatkan penggunaan telepon seluler di seluruh wilayah Indonesia.

Strategi ini membuka kesempatan masyarakat untuk mengakses jasa teknologi keuangan digital atau financial technology (fintech). Fintech dapat memberikan kesempatan kepada sekitar 110 juta penduduk yang belum memiliki rekening bank untuk mengakses layanan dan produk perbankan. (Baca: OJK Siapkan Aturan Tata Kelola Risiko Layanan Teknologi Finansial).

Dengan demikian, inklusi keuangan meningkat. “Dengan meningkatnya penggunaan ponsel, penetrasi internet diperkirakan tumbuh pesat mencapai 100 juta pengguna dalam tiga tahun ke depan,” kata Darmin dalam “High Level Roundtable Discussion” di kantornya, Jakarta, Rabu, 31 Agustus 2016.

Perkembangan ini, Darmin melanjutkan, menjanjikan prospek yang sangat besar bagi pelaku pasar untuk memanfaatkan ruang jasa keuangan digital. (Baca: Presiden Dorong Teknologi Finansial buat Transaksi Keuangan).

Selain itu, dia juga mendorong agar sertifikasi tanah masyarakat dipermudah. Tanah yang tersertifikat akan meningkatkan akses kredit rakyat. Apalagi, masyarakat menengah ke bawah masih sangat bergantung pada sumber-sumber kredit informal tradisional dengan mengandalkan aset bergerak mereka, seperti ternak dengan biaya kredit yang tinggi.

Selama ini, kata Darmin, masalah yang kerap dihadapi pemerintah untuk menyediakan akses keuangan yakni kondisi geografis yang terdiri dari 17.000 pulau, dan mayoritas penduduk miskin tinggal di lokasi terpencil. Dari sisi penawaran, terdapat beberapa kendala yaitu mahal dan rumitnya pendirian kantor cabang perbankan, persepsi perbankan atas masyarakat kelas bawah yang kurang menguntungkan, serta kurangnya dukungan teknologi dan informasi.

Sementara itu, dari sisi permintaan, kendala yang dihadapi adalah jauhnya jarak rumah penduduk miskin ke kantor perbankan, tidak cukupnya uang untuk ditabung, dan mahalnya biaya pelayanan keuangan. Selain itu dipicu kurangnya edukasi keuangan dan pengetahuan tentang produk jasa keuangan dan tak adanya nomor induk kependudukan.

Oleh karena itu, strategi-strategi yang dikembangkan, terutama peningkatan laju penetrasi internet dan layanan telekomunikasi, diharapkan mendorong keuangan yang inklusif dalam beberapa tahun ke depan. Hal ini untuk mendukung target 75 persen inklusi keuangan di 2019. (Baca: Lima Langkah Perbesar Akses Masyarakat ke Perbankan).

Acara “High Level Roundtable Discussion” tadi dihadiri Penasehat Khusus Sekjen PBB untuk Keuangan Inklusif untuk Pembangunan Ratu Maxima, para pejabat dari sebelas kementerian dan lembaga, pimpinan perbankan, pimpinan perusahaan telekomunikasi, perwakilan UNDP, serta perwakilan World Bank.

Sebelumnya, Ratu Maxima pernah mengatakan, salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan di Indonesia yakni meningkatkan inklusi keuangan. Hal tersebut dapat menjadi pintu pengembangan potensi ekonomi di Indonesia untuk mengentaskan kemiskinan. 

Menurut dia, inklusi keuangan memiliki wajah yang berbeda di tiap negara. Misalnya, di Indonesia pemerintah menggunakan Laku Pandai sebagai salah satu cara mencapai masyarakat di daerah. Karenanya, dia mendorong pemerintah untuk terus mendigitalisasi transaksi finansial. “Karena saat ini ada 50 juta rumah tangga tapi hanya setengahnya yang memiliki akses keuangan ke bank,” ujar Ratu Maxima.