Pemerintah memperkirakan besarnya dana yang akan mengalir masuk ke dalam negeri (repatriasi) dari kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) selama sembilan bulan ke depan. Hal ini akan turut mempengaruhi hingga mengubah beberapa indikator ekonomi Indonesia.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengidentifikasi, setidaknya ada tiga indikator perekonomian yang bakal berubah dengan adanya banjir dana repatriasi tersebut. Pertama, utang luar negeri swasta akan menurun.
Penyebab penurunan tersebut karena utang luar negeri swasta akan berpindah posisi menjadi setoran modal di dalam negeri. Hal ini terjadi lantaran para pengusaha sudah menempatkan dananya di dalam negeri untuk mengembangkan bisnisnya.
Berdasarkan catatan Bank Indonesia (BI), utang luar negeri (ULN) Indonesia per April 2016 didominasi oleh sektor swasta. Jumlahnya sebesar US$ 165,2 miliar atau 51,8 persen dari total ULN. Sedangkan posisi ULN sektor publik sebesar US$ 153,8 miliar atau 48,2 persen dari total ULN.
(Baca: Jokowi Khawatir Penguatan Tajam Rupiah Akibat Tax Amnesty)
Jumlah utang luar negeri sektor swasta menurun 1,1 persen dibandingkan April tahun lalu. Berbeda dengan ULN sektor publik yang malah melonjak 15,7 persen. Jika melihat tren tersebut dan dampak repatriasi dana tax amnesty, bukan tak mungkin ke depan komposisinya bakal terbalik dan porsi ULN sektor swasta lebih kecil dari sektor publik dan pemerintah.
Kedua, perubahan indikator kepemilikan asing di surat utang negara (SUN).
Menurut Bambang, porsi dana asing di SUN bakal menurun dari posisi saat ini sekitar 40 persen dari total dana SUN. Sebab, sebagian dana repatriasi itu bakal masuk ke instrumen surat utang terbitan pemerintah.
(Baca: Pemerintah Temukan Upaya Pihak Asing Hambat Tax Amnesty)
Apalagi, Bambang menengarai, sebagian dana asing di SUN selama ini sebenarnya merupakan dana Warga Negara Indonesia. “Lebih 50 persen total dana asing di SUN itu berasal dari Singapura,” katanya dalam acara diskusi membahas kebijakan tax amnesty dengan para editor ekonomi dan dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Kamis (14/7).
Ketiga, perubahan indikator Penanaman Modal asing (PMA).
Bambang menyatakan,banjir dana repatriasi akan menurunkan nilai PMA lantaran statusnya berubah menjadi Penyertaan Modal Dalam Negeri (PMDN).
Ia mengungkapkan, banyak para pengusaha Indonesia yang menyampaikan rencananya mengubah status investasinya dari PMA menjadi PMDN. “Saya juga sudah sampaikan kemungkinan perubahan tersebut kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal/BKPM (Franky Sibarani),” ujar Bambang.
Di sisi lain, Presiden menyatakan, dampak kebijakan tax amnesty tidak hanya menambah penerimaan negara dari sisi pajak tahun ini. Dampak lainnya adalah potensi penguatan rupiah karena dana investor asing semakin banyak masuk ke Indonesia.
(Baca: Pemerintah Terbitkan Empat Aturan Teknis Tax Amnesty)
Selain itu, kebijakan tersebut bakal meningkatkan cadangan devisa negara. Sekadar informasi, per akhir Juni lalu, BI mencatat cadangan devisa sebesar US$ 109,8 miliar. Jumlahnya meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar US$ 103,6 miliar.
Dampak lain dari masuknya dana repatriasi adalah likuiditas perbankan bakal bertambah. “Namun penambahan likuiditas ini harus dikelola dan disalurkan,” kata Jokowi. Berdasarkan perkiraan Kementerian Keuangan, jumlah dana repatriasi hasil pengampunan pajak bisa mencapai Rp 1.000 triliun.