Pemerintah mempertimbangkan pembentukan tim kerjasama lintas sektoral untuk mengkaji isi Panama Papers. Dengan adanya tim itu, pemerintah dapat menelisik dan menagih kewajiban pajak 899 nama Warga Negara Indonesia (WNI) yang masuk dalam daftar dokumen tersebut.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Mekar Satria Utama menyatakan, penanganan dokuman Panama Papers memang harus melibatkan banyak pihak dari berbagai tingkatan atau multilevel. Tujuannya agar pengungkapan dokumen itu dapat dijadikan sebagai bahan untuk menelisik harta kekayaan orang Indonesia di luar negeri, khususnya di negara suka pajak (tax havens). Kalau ada harta yang disembunyikan, Ditjen Pajak bisa menagih setoran pajak kepada wajib pajak tersebut.
Karena itu, menurut dia, pemerintah tengah membahas pembentukan suatu tim atau badan lintas sektoral untuk menelisik Panama Papers. “Ada pembahasan tapi belum diputuskan akan dibentuk badan atau tidak. Tapi memang harus ditangani multilevel,” kata Mekar kepada Katadata, Kamis (21/4).
(Baca: Pemerintah Tawari Nama di Panama Papers Ikut Repatriasi)
Meski seandainya pemerintah tidak membentuk tim atau suatu badan, dia berharap adanya kerjasama lintas kementerian dan lembaga negara untuk verifikasi dan validasi dokumen Panama Papers. Dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), bisa dilakukan penelitian sedangkan kepolisian dapat mengetahui adanya tindak pidana kejahatan. Adapun Bank Indonesia (BI) dapat membantu pemanatauan lalu lintas devisa dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait membuka data perbankan. "Akan lebih bagus informasinya," ujar Mekar.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, dokumen ini bisa menjadi 'alat pukul atau stik bagi pemerintah untuk mengejar pajak. Dengan dukungan pertukaran informasi secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AeoI), semestinya pelaksanaan pengampunan pajak atau tax amnesty bisa lebih efektif dibanding sebelumnya, karena wajib pajak mau tidak mau harus mengikuti aturan tersebut.
(Baca: Kumpulkan Penegak Hukum, Istana Bahas Panama Papers)
Seperti diketahui, organisasi wartawan investigasi global (ICIJ) merilis dokumen bertajuk Panama Papers secara serentak di seluruh dunia mulai pada awal April lalu. Dokumen yang bersumber dari bocoran data firma hukum Mossack Fonseca di Panama ini menyangkut 11,5 juta dokumen daftar kliennya dari berbagai negara, termasuk Indonesia, yang diduga sebagai upaya untuk menyembunyikan harta dari endusan aparat pajak. Sekitar 899 lebih WNI dikabarkan memiliki perusahaan cangkang di berbagai negara suaka pajak.
Salah satu nama yang terseret dalam Panama Papers adalah Harry Azhar Azis. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ini mengakui punya perusahaan cangkang di British Virgin Island dengan nama Sheng Yue International Limited. Sayangnya, dia tak melaporkan perusahaan offshore tersebut dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), termasuk ketika dilantik sebagai Ketua BPK pada Oktober 2014 lalu.
(Baca: Masuk Panama Papers, Ketua BPK: Diminta Anak Buat Perusahaan)
Pada Selasa lalu, Kepala Staf Presiden (KSP) Teten Masduki memimpin rapat pembahasan dokumen Panama Papers di di lingkungan Istana Kepresidenan, Jakarta. Rapat itu dihadiri oleh Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo, Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi, Kepala PPATK Muhammad Yusuf, serta perwakilan Kementerian Keuangan dan BI.
Pemerintah berharap uang WNI yang beredar di luar negeri dapat ditarik kembali ke Indonesia (repatriasi). "Dengan uang hasil repatriasi, pemerintah dapat memanfaatkannya untuk mempercepat pembangunan terutama infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat," seperti dikutip dalam situs resmi KSP.