Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis menuai sorotan tajam lantaran namanya masuk dalam dokumen Panama Papers. Desakan mundur pun mengalir deras dari masyarakat, karena sebagai pejabat negara tidak melaporkan kepemilikan perusahaannya di negara suaka pajak (tax havens). Bahkan, sejak menjabat Ketua BPK tahun 2014, Harry belum pernah melaporkan harta kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berdasarkan lembar Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada KPK, Harry tercatat baru dua kali melaporkan harta kekayaannya, yaitu pada saat masih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pertama, pada 2003, bekas anggota DPR dari Partai Golkar ini melaporkan total nilai kekayaannya mencapai Rp 1,095 miliar dan US$ 11.344. Kekayaannya itu terdiri atas kepemilikan delapan bidang tanah dan bangunan yang tersebar di Jakarta Timur, Depok, Bogor, hingga Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Harry juga tercatat memiliki utang sebesar Rp 522,5 juta.
(Baca: Namanya Masuk Panama Papers, Ketua BPK Klarifikasi ke Jokowi)
Kedua, pada 2010, Harry kembali menyerahkan LHKPN. Kali ini, hartanya telah membengkak menjadi Rp 9,93 miliar dan US$ 680. Tercatat ada penambahan jumlah tanah dan bangunan hingga mencapai 12 bidang tanah dan bangunan dengan total nominal Rp 2,4 miliar. Jumlah kendaraan yang dimilikinya pun bertambah dari dua unit menjadi enam unit senilai total Rp 755 juta.
Setelah itu, Harry tak pernah lagi melaporkan harta kekayaannya kepada KPK meski kemudian dia menjadi Ketua BPK tahun 2014. Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, seorang pejabat wajib melaporkan harta kekayaannya sebelum dan setelah menjabat suatu posisi.
Di sisi lain, dalam dua LHKPN tersebut, Harry tidak pernah mencantumkan kepemilikan perusahaan bernama Sheng Yue International Limited, perusahaan offshore yang didirikan di British Virgin Island (BVI). Kepemilikan Harry atas perusahaan itu baru terungkap setelah organisasi wartawan investigasi global (ICIJ) merilis dokumen Panama Papers secara serentak di seluruh dunia pada Senin dua pekan lalu. Dokumen yang bersumber dari bocoran data firma hukum Mossack Fonseca di Panama ini berisi 11,5 juta dokumen daftar kliennya dari berbagai negara, termasuk Indonesia.
(Baca: Masuk Panama Papers, Ketua BPK: Diminta Anak Buat Perusahaan)
Dalam daftar tersebut, Harry tercatat sebagai pemilik Sheng Yue. Awalnya, Harry membantah terkait perusahaan cangkang itu. Namun, Selasa lalu (12/4), dia membenarkan informasi dalam Panama Papers tersebut. Perusahaan itu dibentuk atas permintaan anaknya yang juga memiliki pasangan warga negara asing asal Chile untuk memiliki usaha bersama. “Anak saya meminta agar membuat usaha (keluarga), saya daftarkan.”
Harry menjabat direktur di Sheng Yue dari 2010 hingga Desember 2015. Sebagai pemegang saham, alamat yang dipakai Kompleks Dewan Perwakilan Rakyat, Ruang 1219, Gedung Nusantara I. Ketika itu, secara bersamaan Harry memang menjabat Ketua Badan Anggaran DPR. Dia baru melepas jabatan direktur setahun setelah menjabat Ketua BPK. Namun, Harry menegaskan sepanjang mengisi kursi direktur Sheng Yue tak ada transaksi perusahaan sama sekali.
(Baca: Ketua BPK di Panama Papers, PPATK Selidiki Pejabat)
Kini, setelah heboh namanya masuk Panama Papers, Harry mengaku akan segera menyampaikan LHKPN. “Ya, saya akan lapor,” katanya kepada para wartawan, seusai bertemu Presiden Joko Widodo di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis (14/4). Dalam pertemuan itu, Harry mengaku, dirinya menyatakan sudah melaporkan kepemilikan aset di negara suaka pajak tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak.
Presiden pun menanggapi penjelasan tersebut. “Kalau kata Presiden, kalau tidak ada kerugian negara ya tidak apa-apa Pak Harry,” ujar Harry menyitir pernyataan Jokowi.
Berbeda dari penjelasan Harry, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyatakan, Presiden hanya mendengarkan klarifikasi yang disampaikan Ketua BPK soal namanya dalam dokumen Panama Papers. Sebab, Presiden belum mengetahui kejadian sebenarnya. “Mengenai apa dan bagaimananya (aset perusahaan dalam Panama Papers) kan Ketua BPK yang tahu,” kata Pramono.