KATADATA - Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih mematangkan rencana kebijakan penurunan margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) perbankan. Harapannya, bank mau menurunkan margin keuntungan bunganya sehingga bunga kredit bisa turun dan memacu penyaluran kredit.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad menjelaskan, semua pihak tentu sepakat bahwa perbankan perlu meningkatkan efisiensi seiring dengan pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sejak awal tahun ini. Tujuannya agar perbankan di Indonesia bisa bersaing dengan bank-bank di negeri jiran. Salah satu cara meningkatkan efisiensi itu adalah menurunkan NIM, sehingga bank mampu memberikan bunga kredit yang lebih murah.
Ia mengaku, OJK tengah menggodok peraturan anyar yang akan mengatur pemberian insentif bagi setiap bank yang mampu mendorong efisiensi. Dengan begitu, bank bersedia menurunkan NIM. “Bentuk insentifnya macam-macam,” kata Muliaman di Jakarta, Senin (22/2).
Ia menyebut, bentuk insentif itu antara lain kemudahan bank mendirikan atau membuka kantor cabang. Namun, Muliaman enggan mengungkapkan lebih jauh insentif lain yang bisa diperoleh bank. “Pada waktunya nanti akan kami ekspos, rasanya dalam 3-4 minggu ke depan,” katanya. Ia pun berharap, peraturan OJK mengenai insentif penurunan NIM perbankan bisa dirilis bulan Maret mendatang.
Seperti diketahui, pemerintah tidak hanya menunggu kebijakan moneter dari Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan bunga kredit perbankan. Pemerintah juga mencari cara memangkas bunga kredit sehingga peningkatan penyaluran kredit dapat mendukung pertumbuhan ekonomi. Akhir pekan lalu, sempat berhembus kabar OJK akan menetapkan margin bunga bersih bank sebesar 4 persen. Kabar tersebut sempat merontokkan harga saham bank-bank di Bursa Efek Indonesia (BEI) karena investor khawatir kebijakan itu bakal menggerus pendapatan dan laba bank.
(Baca: Agresif Pangkas GWM, BI Dianggap “Kompromi” dengan Pemerintah)
Muliaman tidak mempersoalkan dampak kebijakan itu akan menyeret harga saham dan laba bank. Ia berpandangan, kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik itu pada gilirannya akan memberikan peluang tumbuh dan berkembang untuk semua sektor usaha, termasuk sektor perbankan. Didukung oleh langkah BI menurunkan suku bunga acuan BI rate pada pekan lalu, dia berharap tingkat suku bung semakiun rendah. Alhasil, sektor usaha bisa kembali menggeliat, menciptakan lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi meningkat.
Seperti diketahui, BI telah menurunkan suku bunga BI rate sebesar 25 basis poin menjadi 7 persen. Selain itu, bank sentral menurunkan Giro wajib Minimum (GWM) Primer dalam rupiah sebesar 1 persen. Kebijakan ini membuahkan tambahan likuiditas sebesar Rp 34 triliun sehingga diharapkan perbankan punya ruang lebih longgar untuk memacu penyaluran kredit.
(Baca: BI Rate Turun Jadi 7 Persen, Terendah dalam 2,5 Tahun)
Tak cuma itu, pemerintah juga berencana menetapkan batasan bunga deposito rendah bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta Kementerian dan Lembaga (K/L). Harapan selanjutnya, bunga perbankan secara umum akan turun. Pasalnya, BUMN dan K/L ditengarai selama ini kerap meminta bunga deposito terlalu tinggi sehingga perbankan sulit menurunkan bunga deposito dan biaya dananya (cost of fund). Salah satu caranya adalah menetapkan bunga deposito bagi BUMN dan K/L yang hanya sedikit di atas angka inflasi.
(Baca: Pemerintah Tetapkan Bunga Deposito BUMN Mengacu Inflasi)
Namun, Muliaman mengaku tingkat bunga deposito bagi BUMN sama seperti deposan lain, yaitu saat ini berkisar 7-8 persen. Meski begitu, dia enggan menjelaskan rencana pemerintah menurunkan bunga deposito bagi BUMN dan kementerian. "Tanya Ibu menteri (Menteri BUMN Rini Soemarno). Kalau saya urusannya insentifnya saja."
Di tempat yang sama, Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, sumber pendanaan perbankan masih berfokus pada Dana Pihak Ketiga (DPK). Padahal, bank perlu melakukan efisiensi agar tidak menderita kerugian. “Seharusnya perbankan itu kalau sudah mengikuti dari kemarin ada penurunan BI rate dan GWM itu akan memungkinkan bagi bank untuk mengelola likuiditasnya lebih baik,” ujarnya.