Kritik Bunga Tinggi, Jusuf Kalla: Giliran BI Dengarkan Pemerintah

Agung Samosir|KATADATA
Penulis: Yura Syahrul
25/11/2015, 12.30 WIB

KATADATA - Perbedaan tajam antara pemerintah dan bank sentral dalam memandang suku bunga terlihat jelas dalam pertemuan tahunan Bank Indonesia (BI) yang digelar Selasa malam (24/11). Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta agar bank sentral membantu pemerintah untuk mendorong perekonomian dengan cara menurunkan suku bunga. Namun, Gubernur BI Agus Martowardojo mengaku belum bisa menurunkan suku bunga acuan BI rate karena khawatir dengan risiko kenaikan bunga Amerika Serikat (AS).

Dalam pidato pembukaan acara yang dihadiri para bankir dan sejumlah pejabat tinggi negara tersebut, Agus meramal empat tantangan yang menghadang perekonomian Indonesia tahun depan. Yaitu, risiko perlambatan ekonomi Cina, tren harga komoditas masih bergerak turun, ketidakpastian kebijakan suku bunga AS (Fed rate), dan risiko meningkatnya dana asing yang keluar (capital outflow).

(Baca: BI Ramalkan Empat Faktor Membayangi Ekonomi 2016)

Karena itulah, BI hati-hati menjalankan kebijakan moneter untuk menjaga inflasi dan defisit transaksi berjalan tahun depan. “Ruang pelonggaran moneter ada (penurunan BI rate). Namun, ada risiko keluarnya dana asing ketika Fed rate naik,” kata Agus. Meski masih mempertahankan kebijakan bunga 7,5 persen, lanjut dia, BI sudah menurunkan batasan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dari 8 persen menjadi 7,5 persen mulai awal Desember nanti. Dengan begitu, bank punya likuiditas lebih untuk meningkatkan penyaluran kredit.

Agus Martowardojo (Donang Wahyu|KATADATA)

Didaulat berpidato setelah Gubernur BI, Jusuf Kalla langsung mengecam kebijakan bank sentral terkait suku bunga tinggi. Ketidakpastian kenaikan suku bunga AS jangan menjadi alasan untuk menahan BI rate. Apalagi, inflasi rendah dan mengecilnya defisit transaksi berjalan saat ini merupakan kesempatan bagi BI untuk melonggarkan kebijakannya.

(Baca: Tahan BI Rate, BI Pilih Turunkan GWM untuk Memacu Kredit)

“Tak perlu dengan alasan apapun untuk menolong negeri ini. Janganlah para analis bicara bunga The Fed. Apa urusannya? Fed Rate naik 0,25 persen itu masih kecil. Indonesia dengan 7,5 persen masih tunggi, orang akan tetap percaya dengan Indonesia,” kata Kalla dengan suara yang meninggi.

Perekonomian global memang tengah melambat sehingga ekspor Indonesia menurun. Di dalam negeri,Kalla mencatat tiga kelemahan yang menyebabkan Indonesia kalah bersaing dengan negara lain. Pertama, tingkat suku bunganya masih tinggi. Kedua, minimnya sektor logistik dan infrastruktur. Ketiga, birokrasi yang panjang dan mahal.

(Baca: Bankir Menilai Penurunan GWM Belum Ampuh Memacu Kredit)

Dari sisi pemerintah, menurut Kalla, sudah mulai membangun infrastruktur dan menyederhanakan birokrasi. Dari sisi sektor keuangan, BI bisa menyelesaikan inefisiensi tersebut dengan menurunkan suku bunga. “Kita tak mungkin membangun kalau bunga tinggi,” imbuhnya.

Ia juga menyoroti kebijakan BI menahan suku bunga dengan tujuan meredam laju inflasi. Sebab, kebijakan suku bunga tinggi malah bisa menyebabkan deflasi. “Jauh lebih berbahaya deflasi daripada inflasi, asal jangan ketinggian,” katanya.

Jusuf Kalla (KATADATA|Arief Kamaludin)

Kalla mengakui BI merupakan lembaga yang independen dalam menjalankan kebijakan moneternya. Namun, BI tetap harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian. Hal ini diatur di dalam revisi Undang-Undang (UU) BI Pasal 7 tahun 2004.

Mengacu kepada UU itu, Kalla mengartikan independensi BI adalah independen dengan musyawarah. Pasalnya, di sisi lain pemerintah wajib meminta pandangan BI dalam menjalakan kebijakannya dan selalu  mengundang Gubernur BI dalam sidang kabinet.

Kalla menambahkan,BI selalu mengukur keberhasilan kebijakan moneternya dari nilai tukar rupiah dan inflasi. Sementara pemerintah mengukur keberhasilannya dari pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja. Jadi, perlu koordinasi di antara kedua pihak untuk menyeimbangkan alat ukur yang berbeda tersebut. Berdasarkan UU BI, bank sentral juga harus mendengarkan pemerintah. “Itulah inti daripada malam ini. Tadi saya sudah mendengarkan (pidato Gubernur BI), sekarang giliran BI mendengarkan pemerintah supaya kita tidak salah paham. Itulah makna kedua hubungan,” pungkas Kalla.

Reporter: Desy Setyowati