Performa 7 Bank dalam Pengawasan OJK yang Disorot dalam Audit BPK

Katadata | Arief Kamaludin
Ilustrasi. OJK dinilai lalai dalam pengawasan terkait penggunaan fasilitas modal kerja debitur, hapus buku kredit, hingga tak memberikan rekomendasi pada bank yang seharusnya melakukan koreksi pada kinerja keuangannya.
Penulis: Agustiyanti
12/5/2020, 20.29 WIB

Badan Pemeriksa Keuangan menemukan permasalahan dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap tujuh bank. OJK dinilai lalai mengawasi, antara lain terkait penggunaan fasilitas modal kerja debitur, hapus buku kredit, hingga rekomendasi untuk melakukan koreksi pada kinerja keuangannya.

Temuan ini merupakan hasil audit BPK terhadap pelaksanaan pengawasan bank umum yang diselenggarakan OJK pada 2017-2019 dan termuat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II 2019.

Seperti apa sebenarnya kinerja ketujuh bank tersebut?

1. PT Bank Tabungan Negara Tbk

Dalam audit BPK, OJK dinilai tidak melakukan pengawasan sesuai ketentuan, terkait penggunaan fasilitas modal kerja debitur inti pada BTN. Akibatnya, penyimpangan ketentuan pemberian kredit oleh bank BUMN ini rawan tidak terdeteksi OJK.

Adapun BTN sepanjang tahun lalu mencatatkan penurunan laba hingga 92,5% dari Rp 2,8 triliun pada 2018 menjadi Rp 298,26 miliar.

Rasio kredit bermasalah atau NPL perseroan membengkak dari 2,81% menjadi 4,78%. Akibatnya, perusahaan harus menaikkan penyisihan kerugian penurunan nilai aset keuangan perusahaan naik dari Rp 1,71 triliun pada 2018 menjadi Rp 3,48 triliun.

BTN juga mencatatkan penyaluran kredit hanya tumbuh 6,26% menjadi Rp 249,7 triliun, melambat dibandingkan pertumbuhan 2018 yang mencapai 19,14%. Sementara rasio kecukupan modal atau CAR turun dari 18,21% menjadi 17,32%.

(Baca: BPK Temukan Kelalaian OJK dalam Mengawasi Tujuh Bank, Ini Rinciannya)

2. PT Bank Yudha Bhakti Tbk

OJK dinilai tak melakukan pengawasan sepenuhnya pada pelaksanaan hapus buku kredit Bank Yudha Bhakti. BPK pun menilai terdapat risiko pelanggaran terkait aksi korporasi tersebut. 

Bank milik Koperasi Mabes TNI mencatatkan rasio NPL pada akhir tahun lalu turun signifikan dari 15,75% pada 2018 menjadi 4,32%. Sedangkan penyaluran kredit turun dari Rp 3,94 triliun menjadi Rp 3,83 triliun.

Bank ini pun mampu mencatatkan laba bersih sepanjang tahun lalu sebesar Rp 19 miliar, membaik dibandingkan rugi bersih pada 2018 yang mencapai Rp 136,6 miliar. Sementara rasio kecukupan modal tercatat 29,35%, naik dibandingkan tahun sebelumnya 19,47%.

3. PT Bank Mayapada Internasional Tbk

BPK menemukan OJK meluluskan tes kemampuan dan kepatutan seorang direksi tanpa pertimbangan pelanggaran penandatangan kredit pada Bank Mayapada. OJK juga dinilai lalai mengawasi underlying transaction terkait aliran dana rekening debitur menjadi deposito atas nama komisaris utama pada bank tersebut.

Bank Milik Dato Sri Tahir ini mencatatkan laba bersih sepanjang tahun lalu Rp 556 miliar, naik dibanding tahun sebelumnya Rp 517 miliar. Penyaluran kredit tumbuh 9,45% menjadi Rp 71,88 triliun, sedangkan rasio NPL turun dari 5,54% menjadi 3,85%.

Sementara itu, CAR naik dari 15,82% menjadi 15,18%.

(Baca: Jokowi Rilis PP Program Pemulihan Ekonomi, soal PMN BUMN & Surat Utang)

4. PT Bank Muamalat Tbk

Pengawas OJK tidak memberikan rekomendasi untuk melakukan koreksi atas nonperforming loan/NPL, cadangan kerugian penurunan nilai/CKPN, dan/atau kewajiban penyediaan modal minimum sesuai hasil pemeriksaan. Akibatnya, status pengawasan Bank Muamalat hingga 2019 dinilai tidak mencerminkan kondisi sebenarnya.

Bank syariah pertama di Indonesia ini mencatatkan laba bersih sepanjang tahun lalu hanya mencapai Rp 16 miliar, turun dari 2018 sebesar Rp 46 miliar. Rasio pembiayaan bermasalah atau NPF gross Bank Muamalat naik dari 3,87% menjadi 5,22%, sedangkan NPF nett naik dari 2,58% menjadi 4,3%.

Sementara itu, rasio kecukupan modal tercatat naik tipis dari  12,34% pada 2018 menjadi 12,42%. 

5. PT Bank Bukopin Tbk

Pengawas OJK tidak memberikan rekomendasi untuk melakukan koreksi atas nonperforming loan/NPL, cadangan kerugian penurunan nilai/CKPN, dan/atau kewajiban penyediaan modal minimum sesuai hasil pemeriksaan. Akibatnya, status pengawasan Bank Bukopin pada 2017 tidak mencerminkan kondisi sebenarnya.

Bukopin mencatatkan laba bersih pada tahun lalu sebesar Rp 166 miliar, naik dibanding 2018 sebesar Rp 64,37 miliar. Penyaluran kredit hanya tumbuh 2,4% menjadi Rp 71,19 triliun.

Rasio NPL gross masih menanjak dari 5,23% pada 2018 menjadi 5,33%. Sementara CAR turun dari 13,29% menjadi 12,59%.

(Baca: Modal Bermasalah, Bank Banten bakal Dimerger dengan BJB)

6. PT BPD Banten Tbk

Pengawas OJK juga dinilai tidak memberikan rekomendasi untuk melakukan koreksi atas nonperforming loan/NPL, cadangan kerugian penurunan nilai/CKPN, dan/atau kewajiban penyediaan modal minimum sesuai hasil pemeriksaan. Akibatnya, status pengawasan Bank Banten per Desember 2018 tidak mencerminkan kondisi sebenarnya.

Adapun saat ini, Bank Banten tengah berada dalam proses merger dengan PT BPD Jawa Barat dan Banten Tbk lantaran mengalami permasalahan modal dan likuiditas.

Bank yang dulu dimiliki Sandiaga Uno ini pada tahun lalu tercatat merugi Rp 137,55 miliar. Kerugian tersebut, membengkak dibandingkan dengan rugi bersih tahun sebelumnya senilai Rp 100,13 miliar.

Rasio kecukupan modal bank berkode saham BEKS ini pada akhir tahun lalu juga hanya mencapai 9,01% atau berada di bawah rasio sesuai profil risiko berdasarkan aturan OJK sebesar 10%.

7. PT BPD Papua

BPK menemukan OJK tidak sepenuhnya mengawasi sesuai ketentuan terkait perubahan tingkat kolektabilitas kredit BPD Papua. Auditor negara pun menybut ada indikasi dugaan fraud perubahan data core banking pada Bank papua yang tidak diselesaikan tuntas dan berpotensi terulang kembali.

Sepanjang tahun lalu, Bank Papua membukukan laba bersih Rp 168,49 miliar atau anjlok dibanding 2018 sebesar Rp 362,8 miliar. Padahal, penyaluran kredit masih tumbuh 13,5% menjadi Rp 16,06 triliun. 

Namun, rasio NPL gross turun dari 7,45% menjadi 5,05% dan NPL nett turun dari 2,44% menjadi 2%. Di sisi lain, rasio kecukupan modal turun dari 22,21% menjadi 21,43%.