Bank-bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Pemerintah (Himbara) telah merestrukturisasi kredit besar-besaran untuk segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan korporasi pada kuartal II-2020. Nilai kredit yang direstrukturisasi mencapai Rp 441 triliun dari 3,7 juta debitur.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, restrukturisasi yang diberikan berupa penundaan pembayaran pokok, pembayaran bunga, hingga penurunan bunga.
"Ini dapat memberikan ruang dan tidak membebani para nasabah dan juga sangat bermanfaat untuk perbankan, khusus untuk Himbara," katanya di Jakarta, Selasa (28/7).
Tiko, sapaan akrabnya, menilai bahwa restrukturisasi kredit sangat dirasakan oleh masyarakat terutama yang dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Pasalnya, bank yang dipimpin oleh Sunarso ini memang fokus pada bisnis segmen mikro dan ultra mikro.
Dengan restrukturisasi, pengusaha yang bisnisnya terdampak pandemi Covid-19 bisa mendapatkan kelonggaran pada arus kasnya. "Penundaan bayar pokok dan utang ini, memang dimanfaatkan secara optimal oleh pelaku usaha," kata Tiko.
Restrukturisasi kredit besar-besaran tersebut, merespons kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tertuang dalam POJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019, yang dikeluarkan pada 19 Maret 2020 lalu.
Selain itu, Himbara juga telah menyalurkan kredit senilai Rp 43,5 triliun kepada 518.797 debitur dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) hingga 22 Juli 2020. Jumlah tersebut, mencapai 145% dari total dana yang ditempatkan pemerintah senilai Rp 30 triliun.
"Diharapkan, gerak perekonomian khususnya di sektor UMKM ini tumbuh lagi dan diharapkan bisa membantu pemulihan pertumbuhan ekonomi menuju teritori positif di kuartal III 2020," kata Tiko.
Adapun bank-bank Himbara telah berkomitmen untuk menyalurkan kredit hingga Rp 90 triliun, seiring dengan komitmen pemerintah yang siap menempatkan dana sebesar Rp 30 triliun pada bank-bank tersebut. Rincian sumber dana ekspansi kredit tersebut dapat dilihat pada databoks berikut.
Dibayangi Risiko Keuangan yang Tinggi
Pada kesempatan yang sama, ekonom Faisal Basri menilai bahwa restrukturisasi yang diberikan khusus pada UMKM, selayaknya diberikan kepada UMKM yang terdampak Covid-19 dalam skala ringan namun memiliki risiko keuangan yang tinggi.
Dia menilai, UMKM yang terdampak berat dan memiliki risiko keuangan tinggi, lebih cocok untuk menerima bantuan langsung tunai agar bisa bertahan hidup.
"UMKM yang terdampak berat dan risiko keuangan tinggi, jadi dia sudah macet, itu jangan direstrukturisasi. Berapapun jumlahnya tidak akan jalan usahanya. Yang mereka butuhkan bertahan hidup, BLT solusinya," katanya.
UMKM yang cocok untuk mendapatkan restrukturisasi adalah dampak ringan namun risiko keuangan tinggi. Jika restrukturisasi sudah selesai, maka dia menilai bisa dikucurkan kredit modal kerja agar bisnisnya kembali berjalan.
Sementara, bagi UMKM yang tidak begitu terdampak oleh Covid-19 dan memiliki risiko keuangan yang rendah, maka lebih cocok diberikan kredit untuk modal kerja, bahkan kredit investasi. Pasalnya, UMKM tersebut tidak perlu direstrukturisasi karena kreditnya tidak bermasalah.
Bagi UMKM yang terdampak Covid-19 secara berat namun risiko keuangannya rendah, menurutnya pemerintah perlu membantu dengan membuka akses pasar agar bisnisnya bisa melesat kembali. "Tatkala akses pasarnya sudah dibuka, baru dikucurkan kredit modal kerja dan kalau perlu kredit investasi," katanya.