Lembaga Penjamin Simpanan menurunkan tingkat bunga penjaminan untuk simpanan rupiah dan valuat asing masing-masing sebesar 0,25%. Tingkat bunga penjaminan untuk simpanan rupiah di bank umum dan BPR masing-masing turun menjadi 5% dan 7,5%, sedangkan pada simpanan valas di bank umum turun menjadi 1,25%. Suku bunga ini berlaku sejak 1 Oktober 2020 hingga 29 Januari 2021.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan kebijakan penurunan Tingkat Bunga Penjaminan simpanan tersebut diambil didasarkan pada beberapa pertimbangan antara lain arah suku bunga simpanan perbankan yang masih menunjukkan tren penurunan. Suku bunga simpanan perbankan masing-masing terpantau turun 47 bps dan 8 bps untuk Rupiah dan valuta asing sepanjang periode observasi September 2020 dibandingkan periode observasi bulan sebelumnya.
"Penurunan ini ditopang oleh kondisi likuiditas yang cukup memadai dan mempertimbangkan kondisi stabilitas sistem keuangan yang relatif stabil di tengah pandemi Covid-19," ujar Purbaya dalam keterangan resmi, Selasa (29/9).
Yudhi menjelaskan, pihaknya pun terbuka untuk menyesuaikan kembali tingkat bunga penjaminan dengan mempertimbangkan arah suku bunga simpanan, dinamika faktor-faktor ekonomi, stabilitas sistem keuangan, serta prospek likuiditas perbankan. "Penyesuaian atas kebijakan tingkat bunga penjaminan ditujukan untuk menjaga kepercayaan nasabah/deposan kepada sistem perbankan." katanya.
Ia mengingatkan bank wajib memberitahukan kepada nasabah penyimpan mengenai tingkat bunga penjaminan simpanan yang berlaku dengan menempatkan informasi dimaksud pada tempat yang mudah diketahui oleh nasabah penyimpan. Apabila nasabah penyimpan menerima hasil bunga melebihi Tingkat Bunga Penjaminan LPS, simpanan nasabah tidak memenuhi kriteria penjaminan LPS.
Penuruna bunga simpanan LPS dilakukan saat BI memilih untuk menahan suku bunga acuan sebesar 4%. BI mengambil keputusan untuk mempertahankan bunga demi menjaga nilai tukar rupiah.
Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede menjelaskan kondisi likuiditas perbankan saat ini tengah melonggar seiring kenaikan DPK yang mencapai 11,64% secara tahunan pada Agustus. Sementara kredit hanya tumbuh 1,04%.
"Kenaikan DPK disebabkan oleh masyarakat kalangan atas yang cenderung mengalihkan aset-aset-nya ke instrumen yang dianggap lebih aman. Sentimen risiko ini terjadi karena pasar keungan domestik dan global yang masih cenderung bergejolak," jelas dia.
Di sisi lain, investasi sektor riil juga masih terbatas seiring pembatasan aktivitas ekonomi. Seiring likuiditas yang melonggar, menurut dia, kemampuan perbankan untuk mengantongi laba juga menurun.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyebut dana pihak ketiga perbankan pada Agustus 2020 tumbuh 11,64%. Padahal, penyaluran kredit hanya tumbuh 1,04%. Kondisi tersebut membuat likuiditas perbankan kian longgar. Rasio kredit terhadap simpanan atau LDR turun ke posisi 85,11%.
"Longgarnya kondisi likuiditas juga mendorong tingginya rasio alat likuid terhadap DPK perbankan yakni 29,22% pada Agustus 2020," ujar Perry dalam konferensi pers, Kamis (18/9).
Pertumbuhan DPK pada bulan lalu naik signifikan dibandingkan Juli yang tercatat 7,7% secara tahunan. Kenaikan simpanan tersebut terjadi di tengah tren penurunan bunga deposito. Sepanjang tahun ini, rata-rata bunga deposito telah turun 82 bps dari 6,31% menjadi 5,49%.
Sementara rata-rata suku bunga pasar uang antar bank tenor satu malam atau overnight turun 1,5% dari 4,81% menjadi 3,31%. Meski rata-rata bunga deposito masih berada di level 5%, bunga deposito bank besar sudah berada di kisaran 3%. Bank Mandiri, BRI, dan BNI memberikan bunga deposito untuk seluruh jenis simpanan dan tenor hanya sebesar 3,5%, sedangkan BCA lebih rendah yakni 3,45%.