Adapun tahapannya, Bappebti akan terlebih dahulu merilis bursa aset kripto, untuk selanjutnya disiapkan lembaga kliring dan depository. Wisnu menjelaskan, kehadiran lembaga kliring bertujuan untuk menyimpan 70% dana atau likuiditas milik pedagang kripto berizin Gunanya, ketika terjadi gagal bayar (default) dari pedagang kripto, maka dana tersebut akan digunakan untuk membayarkan dana nasabah.

Berdasarkan berkas yang diterima Katadata.co.id, fungsi depository yakni mengelola tempat penyimpanan (cold storage), termasuk dalam hal pengawasan dan penyerahan. Syarat menjadi depository yakni memiliki modal minimum Rp 50 miliar dan ekuitas Rp 40 miliar.

Selanjutnya,penyelenggara depository merupakan perseroan terbatas (PT), memiliki sarana dan prasarana yang aman, handal dan dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, mendapat rekomendasi dari lembaga kliring, memiliki sistem yang terstandarisasi, serta memiliki perjanjian kerjasama dengan perusahaan asuransi dan persetujuan Bappebti.

“Sistem depository tidak akan jauh berbeda dari Raiz Invest di Australia, apalagi kripto tidak ada borderless (tanpa batas). Jadi, dari sistem sebenarnya kami sudah ready bahkan sudah jalan (Raiz Invest Limited) sejak akhir tahun lalu,” ujarnya.

Fahmi menambahkan, saat ini pihaknya sedang menanti kejelasan dari regulator apakah depository diperkenankan untuk menggunakan asuransi dari luar negeri, mengingat asuransi kripto dari dalam negeri belum ada. Selain itu, perusahaan juga tengah menanti gambaran besar regulasi terkait petunjuk pelaksanaan (juklak) dan teknis (juknis) terkait penyelenggara depository.

Raiz Invest Indonesia hadir sejak 2019, sudah terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Raiz Invest juga mengantongi izin usaha sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD) dari OJK pada 10 Desember 2018 berdasarkan Surat Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor KEP-19/PM.21/2018.

Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan,  nilai transaksi investasi kripto di Indonesia hingga Mei tahun ini mencapai Rp 370 triliun. Jumlahnya naik lebih lima kali  dibandingkan akhir tahun lalu yang sebesar Rp 65 triliun.

Sementara itu, jumlah pemain kripto di Indonesia juga mencatatkan kenaikan 62,5% menjadi 6,5 juta orang pada Mei 2021. Akhir 2020, jumlah pemain uang kripto baru 4 juta orang.


Halaman: