Harga Bitcoin diprediksi mampu melanjutkan tren bullish atau kenaikan ke level US$ 60.000 per btc, setelah sukses bertahan di kisaran US$ 50.000 per btc dalam sepekan terakhir. Harga mata uang kripto dengan kapitalisasi terbesar tersebut naik hampir 3% dalam sepekan dan sempat menembus level US$ 51.000 per btc.
Melansir Coinmarketcap pada perdagangan Minggu (5/9), harga Bitcoin berada di level US$ 49.821 per btc atau setara Rp 709,6 juta per btc. Adapun dalam 24 jam, level tertinggi yang disentuh yakni US$ 50.545 per btc atau setara Rp 720 juta per btc.
"Investor sekali lagi bullish pada cryptocurrency. Tapi apakah itu berlanjut, tergantung jika harga bertahan di atas US$ 50.000 per btc. Berita dan informasi baru jadi pendorong utama pasar kripto, di mana setiap berita negatif dapat menurunkan (harga Bicoin) secara dramatis,” kata CEO Webull Financial Anthony Denier dikutip dari Forbes, Minggu (5/9).
Sementara itu, melansir Yahoo Finance, Analis pasar pasar Michaël Van De Poppe, memperkirakan harga Bitcoin berpotensi melanjutkan tren bullish. Ini tercermin dari indikator teknikal yakni indeks kekuatan relative (RSI) yang berada di level 61,69 yang menunjukkan tren kenaikan.
“Bitcoin sempat menembus level US$ 51.000 per btc, di mana kemungkinan resistance (harga atas) selanjuta menuju US$ 58.000 per btc, atau bahkan US$ 60.000 per btc,” kata Van De Poppe, Sabtu (4/9).
Sementara itu, Denier menambahkan kalau masih sulit untuk menentukan penyebab reli harga Bitcoin. Berbeda dengan saham yang pergerakannya didorong kinerja fundamental emiten atau perusahaan, untuk mata uang kripto pergerakan harganya murni berasal dari sentimen pasar.
Denier juga mengatakan kalau kenaika harga Bitcoin turut dipicu banyaknya berita, dinamika pasar, serta sentimen investor.
Dilansir dari Bloomberg, Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat (AS) mencatat data non farm payrolls (NFP) AS hanya naik 235 ribu per Agustus dari catatan per Juli 1,05 juta. Sementara itu, tingkat pengangguran turun menjadi 5,2%.
Pertumbuhan NFP AS di Agustus tersebut jauh di bawah proyeksi analis dalam survei Bloomberg yang memperkirakan kenaikan 733 ribu per Agustus. Sedangkan pada survei Reuters, ekonom memprediksi data NFP AS bulan lalu meningkat 750 ribu pekerjaan.
Data tenaga AS menjadi salah satu sentimen yang menjadi perhatian pelaku pasar dunia, karena akan mempengaruhi arah kebijakan Bank Sentral AS ke depan. Selain itu, setiap data AS umumnya memberikan gambaran atau prospek pemulihan di negara ekonomi terbesar di dunia tersebut.
“Fakta bahwa El Salvador berencana untuk mulai menggunakan Bitcoin sebagai mata uang nasionalnya pekan depan mungkin mendorong banyak optimisme investor. Begitu juga faktor lainnya,” ujar Denier.
CEO & Ketua Permission.io Charlie Silver menilai tren kenaikan Bitcoin turut didukung banjir likuiditas di pasar keuangan dunia. Hal ini menyusul banyaknya bank sentral negara yang meluncurkan pake stimulus untuk mendorong pemulihan ekonomi negara dari dampak Covid-19.
"Reli didorong pernyataan The Fed dan bank sentral di seluruh dunia yang tidak berniat memperlambat program pembelian aset mereka," kata Silver, sebagaimana dikutip dari Forbes.
Sebelumnya, Kapitalisasi pasar dunia untuk mata uang kripto alias cryptocurrency kembali menembus level US$ 2 triliun atau sekitar Rp 29.000 triliun pada pertengahan Agustus 2021, untuk pertama kalinya sejak Mei 2021. Kenaikan tersebut didukung rebound atau kenaikan kuat harga Bitcoin dan beberapa koin kripto lainnya seperti Ethereum.
Sepanjang 2021 pergerakan harga aset kripto bergerak sangat fluktuatif. Awal tahun ini, harga aset kripto cenderung mengalami kenaikan signifikan berkat langkah stimulus ekonomi yang digelontorkan beberapa negara. Kondisi tersebut membuat pasar keuangan kebanjiran likuiditas dan mendorong investor untuk melirik aset kripto sebagai alternatif pilihan investasi mereka.
Namun, dalam hitungan bulan juga, harga aset kripto merosot, khususnya pada Mei dan Juni saat Bos produsen mobil listrik Tesla, Elon Musk mengkritik penggunaan energi Bitcoin. Menurut Musk, aksi penambangan Bitcoin tidak ramah lingkungan karena membutuhkan listrik skala besar. Di sisi lain, Tiongkok juga mengeluarkan aturan keras yang melarang industri keuangan mentransaksikan aset kripto.
Penyumbang bahan: Mela Syaharani (magang)