Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya menerbitkan ketentuan baru terkait produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau dikenal dengan unit link. Aturan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 5/SEOJK.05/2022 yang mengatur penyelenggaraan PAYDI oleh perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah, termasuk unit usaha syariah yang mulai berlaku sejak 14 Maret lalu.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Riswinandi mengatakan, penerbitan ketentuan ini guna meningkatkan aspek perlindungan konsumen, serta meningkatkan tata kelola dan manajemen risiko bagi perusahaan asuransi, agar pemasaran produk unit link tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari.
"Aturan ini mendorong perbaikan pada tiga aspek utama yaitu praktik pemasaran, transparansi informasi dan tata kelola aset unit link," kata Riswinandi dalam keterangan resminya, Rabu (23/3).
Pertama, perbaikan praktik pemasaran dan transparansi informasi diharapkan dapat memastikan bahwa pemegang polis unit link benar-benar telah memahami PAYDI yang dibeli, termasuk mengenai manfaat asuransi, biaya-biaya, dan risiko yang ditanggung oleh pemegang polis.
Hal tersebut mempertimbangkan tingkat literasi asuransi yang masih rendah, sementara unit link merupakan produk asuransi yang kompleks karena menggabungkan unsur asuransi dan investasi.
Dalam proses pemasaran, perusahaan harus melakukan penilaian atas kebutuhan dan kemampuan pemegang polis, profil risiko pemegang polis, serta memastikan bahwa unit link yang dibeli telah sesuai dengan hasil penilaian tersebut.
Kedua, perbaikan tata kelola aset unit link ditujukan agar aset dikelola dengan lebih hati-hati sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan terhadap pengelolaan aset unit link. Dengan demikian, sengketa dan permasalahan dalam pengelolaan unit link yang terjadi selama ini tidak terulang kembali.
Untuk mendorong perbaikan tata kelola aset unit link, aturan baru tersebut juga mengatur kewajiban untuk melakukan evaluasi atas strategi dan kinerja investasi secara berkala, kompetensi minimum SDM pengelola investasi, batasan investasi pada pihak terkait, bukan pihak terkait, reksa dana, dan instrumen luar negeri, dan penatausahaan aset unit link oleh bank kustodian.
Perusahaan juga harus melakukan evaluasi atas kecukupan nilai tunai pemegang polis, terutama dalam hal pemegang polis akan menambah asuransi tambahan (rider), mengambil cuti premi, melakukan penarikan nilai tunai, dan menambah besaran uang pertanggungan.
Ketiga, terkait transparansi informasi, perusahaan harus memberikan penjelasan yang akurat, jelas, dan lengkap mengenai spesifikasi unit link yang dipasarkan, serta melakukan konfirmasi pemahaman pemegang polis atas produk unit link yang dibeli.
Perusahaan juga harus melakukan welcoming call kepada pemegang polis untuk konfirmasi ulang bahwa produk unit link yang dibeli telah sesuai dengan permohonan dan dipahami dengan baik, serta mendokumentasikan proses penjelasan produk dan welcoming call tersebut dalam bentuk rekaman.
Selain itu, aturan tersebut juga mengatur isi minimum yang harus dicantumkan dalam ringkasan informasi produk yang disampaikan kepada calon pemegang polis dan isi minimum laporan nilai tunai dan laporan perkembangan subdana.
Lebih lanjut, perusahaan pun harus menyampaikan informasi kepada pemegang polis secara berkala, berupa publikasi nilai aset bersih secara harian, penyampaian laporan nilai tunai yang memuat mutasi dan saldo nilai tunai masing-masing polis paling sedikit setiap tiga bulan atau sesuai dengan periode pembayaran premi, dan penyampaian laporan perkembangan masing-masing subdana (fund factsheet) yang dikelola perusahaan paling sedikit setiap tiga bulan.
Selain ketiga area utama perbaikan tersebut, penyempurnaan aturan ini juga mengatur mengenai spesifikasi produk untuk mengurangi potensi sengketa terkait dengan spesifikasi produk, antara lain mengenai cuti premi, waiting period, dan waktu penerimaan premi.
Kemudian, juga terdapat pengaturan mengenai persyaratan perusahaan yang dapat menjual produk unit link sehingga diharapkan perusahaan telah memiliki dukungan SDM dan sistem pendukung pengelolaan unit link.
"Penguatan seluruh aspek regulasi tersebut akan diiringi dengan pengawasan, agar permasalahan pada produk unit link dapat diminimalisir, konsumen lebih terlindungi, dan industri asuransi dapat tetap tumbuh dengan mengedepankan praktik usaha yang sehat," pungkas Riswinandi.