Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin menjadi 4,75%. Menanggapi kebijakan tersebut, Presiden Direktur PT Bank Central Asia (BCA) Tbk Jahja Setiaatmadja mengatakan bahwa perbankan diperkirakan akan menaikkan bunga kreditnya dalam dua sampai tiga bulan ke depan.
Dia mengatakan bahwa masing-masing bank akan memiliki kebijakan yang berbeda untuk menaikan bunga kredit.
"Kalau itu terjadi mungkin itu baru terefleksi dalam pinjaman-pinjaman yang harus perbankan berikan. Dalam hal ini tentu ada suatu jeda waktu, paling tidak mungkin perlu waktu 2 sampai 3 bulan ke depan untuk melakukan penyesuaian,”kata Jahja, dalam konferensi pers, Kamis (20/10).
Jahja mengatakan bahwa penyesuaian kredit perbankan tergantung pada struktur pendanaan masing-masing bank. Apabila struktur pendanaan 90% oleh deposito dalam jangka waktu satu bulan, maka penyesuaian justru harus dilakukan ketika telah melewati jangka waktu tersebut.
Namun, jika struktur pendanaan depositonya cukup merata, perbankan punya waktu untuk melakukan penyesuaian terhadap bunga Dana Pihak Ketiga (DPK).
“Kalau buat BCA, saya kira sekarang ini untuk dana kami cukup besar sehingga kami relatif bisa bertahan belum menaikkan suku bunga deposito. Dan saya pikir di BCA, funding kami cukup bagus, tapi ada beberapa hal yang harus kami lihat karena perjanjian kredit tidak selamanya tetap ya,” tuturnya.
BI masih akan agresif naikkan suku bunga
Jahja juga memprediksi bank sentral akan kembali mengerek suku bunga pada November 2022 . Hal itu sejalan dengan langkah The Federal Reserve yang telah mengerek suku bunga 300 basis poin.
"Saya terakhir dapat informasi November diperkirakan naik sekitar 75 bps. Kita sudah terjadi kenaikan dua kali sebesar 1,25% atau 125 bps, ini yang ketiga, ditambah 50 lagi jadi 175 bps dibanding Fed Rate sampai akhir awal November 375 bps,"katanya.
Di tempat terpisah, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengatakan kenaikan suku bunga acuan dibutuhkan untuk memastikan inflasi kembali ke kisaran 2% hingga 4% lebih cepat ke paruh pertama tahun depan. Selain itu, kenaikan suku bunga dibutuhkan untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan nilai fundamentalnya.
"Ini juga untuk memperkuat stabilisasi nilai tukar agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat semakin kuatnya dolar dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global di tengah permintaan domestik yang tetap kuat," kata dia.