Ripple Luncurkan Stablecoin, Incar Pasar Senilai US$150 Miliar

Vecteezy.com/Karin Chantanaprayura
Startup kripto Ripple adalah pemain besar terbaru yang terjun ke pasar stablecoin senilai US$150 miliar (Rp 2.385 triliun) dengan meluncurkan mata uang digital yang dipatok ke dolar Amerika Serikat (AS).
Penulis: Hari Widowati
5/4/2024, 06.34 WIB

Startup kripto Ripple adalah pemain besar terbaru yang terjun ke pasar stablecoin senilai US$150 miliar (Rp 2.385 triliun) dengan meluncurkan mata uang digital yang dipatok ke dolar Amerika Serikat (AS).

Menurut Ripple, stablecoin itu akan selalu didukung jumlah aset yang setara dalam deposito dolar AS, obligasi pemerintah AS, dan setara kas yang disimpan perusahaan sebagai cadangan, dengan perbandingan 1:1.

Perusahaan kripto itu mengatakan cadangannya akan dicatat dalam laporan pengesahan bulanan yang tersedia untuk umum. Namun, tidak disebutkan perusahaan mana yang akan mengaudit laporan tersebut.

Ripple pertama kali meluncurkan stablecoin di AS. Akan tetapi, perusahaan tidak menutup kemungkinan untuk menawarkan produk regional tambahan di pasar non-AS, seperti Eropa dan Asia.

Ripple akan menantang raksasa stablecoin seperti Tether, yang berada di belakang stablecoin terbesar USDT, dan penerbit USDC Circle.

Tak Gentar Bersaing dengan Stablecoin PayPal

Raksasa pembayaran PayPal telah meluncurkan stablecoin dolar AS yang disebut PayPal USD. Stablecoin ini didukung oleh dolar AS dan aset setara dolar yang diterbitkan oleh perusahaan kripto Paxos.

CEO Ripple Brad Garlinghouse mengatakan bahwa ia tidak gentar dengan persaingan tersebut. "Pasar ini akan terlihat berbeda (di masa depan), tentu saja berdasarkan ukurannya," kata Garlinghouse kepada CNBC, dalam sebuah wawancara minggu ini.

Garlinghouse mengatakan bahwa perusahaan memutuskan untuk memperkenalkan stablecoin ke pasar tahun lalu sebagai tanggapan atas "penurunan" token USDT milik perusahaan saingannya, Tether, dan USDC milik Circle.

USDT untuk sementara kehilangan patokan US$1 pada tahun 2022. Penyebabnya adalah ketidakstabilan pasar akibat runtuhnya terraUSD, yang disebut sebagai stablecoin algoritmik yang populer.

USDC juga tergelincir di bawah US$1 pada tahun 2023 setelah terungkapnya eksposur terhadap bank yang berfokus pada teknologi, Silicon Valley Bank, yang runtuh.

Beberapa kritikus memperdebatkan sumber cadangan Tether, dan meragukan apakah perusahaan memiliki modal yang cukup untuk bertahan dari "bank run". Bank run adalah situasi ketika banyak nasabah bank atau lembaga keuangan menarik simpanannya dalam waktu yang bersamaan.

Sementara itu, Tether mengatakan bahwa tokennya sepenuhnya didukung oleh cadangan yang berkualitas dan selalu dapat memenuhi penarikan, bahkan di saat-saat sulit.

Ketidakpastian Mengenai Pemimpin Pasar

Garlinghouse mengatakan bahwa ada "beberapa ketidakpastian" tentang pemimpin pasar saat ini di antara para regulator AS. Dia berpendapat bahwa Ripple adalah lembaga yang teregulasi dengan lisensi di New York (AS), Irlandia, dan Singapura.

Menurut data CoinGecko, Tether adalah penerbit stablecoin terbesar di dunia, dengan kapitalisasi pasar sebesar US$106,3 miliar (Rp 1.690 triliun). "Kami berharap tim Ripple akan lebih sukses dengan stablecoin baru mereka daripada yang mereka miliki sejauh ini," kata juru bicara Tether kepada CNBC, menanggapi rencana peluncuran stablecoin Ripple.

Tether terdaftar di FinCEN, badan pengawas kejahatan keuangan AS. Perusahaan wajib menyerahkan laporan transaksi yang mencurigakan dan laporan untuk transaksi yang berjumlah lebih dari US$10.000 (Rp 159 juta).