Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan mengkonsolidasikan perbankan syariah melalui skema merger pada Februari 2021 mendatang. Terdapat tiga bank syariah yang bakal digabung yaitu PT Bank BRIsyariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah.
Bank syariah hasil merger tersebut berpotensi besar menempati posisi nomor 7 atau 8 sebagai bank dengan aset terbesar di dalam negeri. "Kalau nanti bank ini selesai proses hukum mergernya di triwulan I-2021, akan memiliki total aset sekitar Rp 220-225 triliun," kata Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Hery Gunardi dalam konferensi pers, Selasa (13/10).
Sebagai gambaran, bank dengan aset terbesar di Indonesia saat ini adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI). Di bawahnya berurut-turut adalah Bank Mandiri, Bank Central Asia (BCA), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Tabungan Negara (BTN), dan Bank CIMB Niaga. Sedangkan peringkat ke-7 Bank OCBC NISP dengan total aset Rp 182 triliun per akhir Juni 2020.
Sementara itu, total aset merger bank BUMN syariah yang nama barunya belum diputuskan tersebut diproyeksi mencapai Rp 390 triliun pada 2025 mendatang. Target lainnya adalah pembiayaan yang disalurkan diproyeksi mencapai Rp 272 triliun dan pendanaan sekitar Rp 335 triliun pada 2025.
"Ini rencana dengan asumsi pertumbuhan yang konservatif kami buat. Apalagi di tengah pandemi Covid-19, pertumbuhan bisnis syariah lebih baik dibandingkan pertumbuhan bank konvensional," ujarnya.
Saat ini proses merger baru berada pada tahap awal, yaitu penandatanganan perjanjian penggabungan bersyarat (Conditional Merger Agreement/CMA). Mengenai skema rencana merger akan disampaikan ke publik sekitar 20 Oktober 2020 mendatang. Makanya, Hery belum bisa menjelaskan lebih detail soal rencana merger ini.
Setelah itu, proses merger ini akan masuk ke tahap perizinan kepada regulator yang dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK), baik bidang pasar modal maupun perbankan. Sehingga diharapkan pada Februari 2021 mendatang, sudah bisa terjadi legal merger. "Saat legal merger itu sebetulnya penggabungan secara resmi terjadi," kata Hery.
Usai merger, bank syariah ini akan memiliki produk dari pembiayaan kepada sektor konsumer, retail, usaha mikro, kecil, dan menengah, dan juga bisnis wholesale. Diharapkan dengan merger ini, bank syariah baru akan mampu mendapat dukungan kemampuan teknologi yang baik dan handal. Terlebih, total kantor cabang yang tersebar mencapai 1.200 cabang di seluruh Indonesia.
Hery menjelaskan selama ini ada sektor bisnis yang sebelumnya belum bisa digarap oleh bank-bank syariah BUMN, jika tidak melakukan merger, yaitu bisnis wholesale. Bisnis ini sebenarnya memiliki potensi besar.
Dengan merger, juga akan terbuka penerbitan sukuk global dengan target market negara-negara potensial di Timur Tengah. Apalagi, potensi perusahaan Indonesia untuk menerbitkan sukuk global juga sangat besar.
Bank hasil merger ini dinilai punya kemampuan membantu menyiapkan penerbitan sukuk berskala global dan juga produk-produk pendanaan syariah secara global lainnya yang target penjualannya di negara-negara Timur Tengah.
"Itu akan menjadi salah satu tumpuan bisnis bank baru. Jadi, tidak hanya di konsumer dan ritel, kami juga perkuat dari sisi produk wholesale, baik lokal maupun internasional," kata Hery.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Hubungan Kelembagaan Bank Negara Indonesia (BNI) Sis Apik Wijayanto mengungkapkan bank syariah nasional masih memiliki ruang yang sangat besar untuk berkembang. Pangsa pasar (market share) bank syariah di dalam negeri masih relatif kecil, yakni 9,68% per Juli 2020.
"Jika dilihat dari penetrasi pasar, bank syariah nasional memiliki ruang untuk tumbuh yang masih luar biasa besar. Dengan pembentukan satu bank syariah yang solid, kuat, dan besar, maka akan menjadi bank syariah terbesar di Indonesia," kata Sis Apik.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan perjanjian ini merupakan tonggak pertama untuk melakukan persiapan dan tinjauan-tinjauan mulai dilakukan untuk merealisasikan merger ini. "Tentu kita berharap bank syariah ini semakin mendekati satu tujuan ekonomi syariah yaitu keadilan untuk umat," kara Erick dalam video yang dikutip Selasa (13/10).
Menurutnya, sistem keadilan dan transparansi sudah membuat bank-bank syariah ini bertahan di tengah krisis pandemi Covid-19, bahkan mampu menorehkan kinerja yang positif. Meski begitu, Erick menilai saat ini bank syariah di Indonesia masih tertinggal dari negara-negara Islam lainnya. "Karena itu kita harus bangkit," katanya.
Indonesia merupakan negara dengan populasi umat muslim terbesar di dunia. Erick menilai, sudah sepantasnya Indonesia punya bank syariah yang kuat agar menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah di dunia. Langkah ini dipercaya mampu menegakkan ekonomi syariah di Indonesia dan memakmurkan masyarakat.
BRI Syariah Menjadi Entitas Penerima
Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Hery Gunardi belum mau mengatakan secara detail terkait skema yang bakal dijalankan. Meski begitu, dari ketiga bank yang bakal dimerger, sudah ditentukan, BRI Syariah menjadi entitas yang menerima hasil penggabungan tersebut.
Hery menjelaskan alasan BRI Syariah menjadi entitas yang menerima penggabungan karena BRI Syariah satu-satunya bank syariah BUMN yang melantai di pasar modal. Bank dengan kode emiten BRIS ini melakukan initial public offering (IPO) pada 9 Mei 2018 lalu. Saat itu BRI Syariah melepas 2,62 miliar unit saham baru ke publik dan mampu meraup dana Rp 1,34 triliun dari IPO tersebut.
"Survivor dan cangkangnya kami pakai BRI Syariah. Jadi, untuk proses menggabungkan nanti, pada saat nanti legal merger itu lebih mudah," kata Hery. Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah akan melebur dengan BRI Syariah.
Direktur Utama BRI Syariah Ngatari mengaku siap mengemban amanah yang dititipkan pemerintah karena BRI Syariah sebagai satu-satunya bank umum syariah anak perusahaan BUMN yang tercatat di bursa. Ia mengatakan, rencana merger ini juga merupakan bagian dari Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) yang dicanangkan pemerintah untuk memperkuat ekonomi nasional.
"Kami berharap bank syariah yang lahir dari proses ini bisa menjadi salah satu mesin utama dalam menggerakkan roda ekonomi umat di Indonesia,” ujar Ngatari dalam rilis yang dikutip Selasa (13/10).
Ia memastikan, meski persiapan dan proses merger berlangsung, semua operasional di BRI Syariah masih berjalan normal dan layanan kepada nasabah pun bisa tetap dioptimalkan.