Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada 2020 terkoreksi 5,09% ke level 5.979 dari posisi tahun sebelumnya. Namun kinerja keuangan perusahaan investasi milik Sandiaga Uno dan Edwin Soeryadjaya, PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) sepanjang tahun lalu malah tumbuh 19,73%.
Berdasarkan laporan keuangan 2020, Saratoga mampu mengantongi laba bersih Rp 8,82 triliun sepanjang tahun pandemi Covid-19. Sementara tahun sebelumnya Saratoga hanya mampu mengantongi laba bersih Rp 7,37 triliun.
Kenaikan laba bersih utamanya disebabkan keuntungan neto atas investasi pada saham dan efek ekuitas lainnya senilai Rp 8,41 triliun atau naik 35,21%. Nilai investasi Saratoga di beberapa perusahaan Tanah Air juga tumbuh.
Kenaikan nilai investasi yang signifikan terjadi pada PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), hingga 120% menjadi Rp 10,18 triliun. Sejalan dengan kenaikan harga saham MDKA sepanjang 2020 sebesar 127% menjadi Rp 2.430 per saham pada 30 Desember 2020.
Direktur Investasi Saratoga Devin Wirawan menjelaskan selama pandemi Covid-19, kinerja MDKA terus menguat berkat kenaikan harga komoditas emas dan tembaga yang sangat tinggi pada 2020. Di tengah ketidakpastian ekonomi, emas sebagai safe haven masih akan menjadi objek investasi utama di dunia.
"Peluang inilah yang akan semakin memperkuat fundamental MDKA ke depan," kata Devin dalam siaran pers, Selasa (9/3).
Kinerja investasi lain yang mampu menyokong kinerja Saratoga adalah PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) yang nilai investasinya naik 55,6% menjadi Rp 12,64 triliun tahun lalu. Harga Saham TBIG mengalami kenaikan 32,52% menjadi Rp 1.630 sepanjang 2020.
Devin mengatakan, kinerja investasi Saratoga pada TBIG tahun ini sejalan dengan migrasi masyarakat yang semakin cepat ke ekosistem digital. Hal ini telah memberikan peluang yang semakin besar kepada TBIG sebagai penyedia infrastruktur telekomunikasi.
Kenaikan nilai investasi juga terjadi pada perusahaan PT Provident Agro Tbk (PALM), hingga 72,26% pada 2020 menjadi Rp 1,09 triliun. Kenaikan ini pun sejalan dengan harga saham PALM di Bursa yang sepanjang tahun lalu mengalami kenaikan hingga 72% menjadi Rp 344 per saham
Sementara, nilai investasi Saratoga pada saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO) sepanjang 2020 mengalami penurunan 8,43% menjadi Rp 6,94 triliun. Penurunan nilai investasi pada perusahaan tambang batu bara ini sejalan dengan harga sahamnya di Bursa yang tahun lalu turun 8,04% menjadi Rp 1.430 per saham pada 30 Desember 2020.
Secara umum, Saratoga melakukan investasi saham di tiga sektor yaitu infrastruktur, sumber daya alam, dan produk konsumen. Keuntungan investasi pada saham sepanjang 2020 ini ditopang kenaikan investasi pada sektor sumber daya alam.
Secara total, nilai investasi pada sektor sumber daya alam Rp 5,57 triliun, 92,98% secara tahunan. Sedangkan sektor infrastruktur mengalami penurunan 17,74% menjadi Rp 3,06 triliun. Sementara investasi di sektor produk konsumen masih mengalami kerugian Rp 276,75 miliar, tapi kerugian ini turun 52,7% secara tahunan.
Sepanjang 2020 lalu, Saratoga juga mampu mengantongi penghasilan dari pembagian laba bersih perusahaan yang diinvestasikan (dividen) senilai Rp 750,55 miliar, turun 62,33%. Dividen tahun lalu dikontribusi oleh Adaro senilai Rp 215 miliar, TBIG Rp 214 miliar, PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk (MPMX) Rp 210 miliar, dan PALM Rp 105 miliar.
Peluang Pertumbuhan Saratoga 2021
Presiden Direktur Saratoga Michael Soeryadjaya mengatakan kinerja perusahaan-perusahaan portofolio investasi Saratoga yang solid menjadi kunci pencapaian perseroan pada 2020. Ini tercermin dari kenaikan nilai investasi Saratoga di sejumlah perusahaan portofolio dan pembayaran dividen yang konsisten.
"Saratoga mengutamakan prinsip kehati-hatian dengan mengelola semua risiko dan secara konsisten menerapkan strategi diversifikasi," kata Michael di Jakarta, Selasa (9/3).
Direktur Investasi Saratoga Devin Wirawan mengatakan sebagai perusahaan investasi aktif, bakal terus mendampingi perusahaan-perusahaan portofolio tetap tumbuh dan mengoptimalkan setiap peluang yang ada.
Dalam situasi yang masih akan sangat dinamis dan menantang ini, cost ratio Saratoga terhadap nilai aset bersih, dinilai Devin masih rendah di kisaran 1%. "Akan membantu menjaga performa perseroan untuk tetap solid," kata Devin.
Peluang 2021 juga datang dari kebijakan pemerintah menetapkan dividen sebagai salah satu objek yang dikecualikan dari pajak penghasilan (PPh), sehingga keuntungan pemegang saham ini tidak lagi dipungut pajak. Salah satu emiten yang bisa diuntungkan dengan kebijakan tersebut adalah Saratoga.
"Karena bisnis utamanya Saratiga dalam hal investasi," kata Analis Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas kepada Katadata.co.id, Rabu (3/3
Dia pun merekomendasikan investor membeli atau trading buy pada saham SRTG. Menurutnya, selain mendapat keuntungan dari kebijakan dividen ini, secara valuasi, emiten ini sudah cukup rendah, sehingga masih menarik untuk dikoleksi.
Keputusan penghapusan pajak dividen ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Dalam peraturan tersebut, dividen masuk sebagai salah satu objek yang menjadi pengecualian PPh. Dividen itu yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri yang diterima oleh wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan.