Buntut Masalah Utang, Laporan Keuangan Garuda Berstatus Disclaimer

ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/aww.
Pesawat Garuda Indonesia Airbus A330-900neo bercorak khusus yang menampilkan visual masker pada bagian moncong pesawat berada di Hanggar GMF AeroAsia Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (1/10/2020).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Lavinda
16/7/2021, 15.27 WIB

Lalu lintas penumpang internasional mengalami penurunan drastis lebih dari 60% selama 2020. Hal tersebut membawa trafik perjalanan lalu lintas udara internasional kembali ke level trafik lalu lintas udara pada 2003.

"Sebuah kemunduran signifikan dari industri penerbangan yang telah berkembang pesat selama 10 tahun terakhir," kata Irfan.

Kondisi itu turut tergambar pada kinerja usaha yang akhirnya berdampak pula pada catatan keuangan Garuda Indonesia sepanjang 2020. Emiten berkode saham GIAA ini membukukan pendapatan usaha senilai US$ 1,4 miliar atau setara Rp 20,3 triliun (kurs: Rp 14.500) sepanjang 2020. Angka ini menyusut hingga 69% dibanding pendapatan usaha pada periode 2019 senilai US$ 4,57 miliar.

Dijelaskan, penunjang utama pendapatan usaha Garuda pada 2020 yaitu, penerbangan berjadwal sebesar US$ 1,2 miliar. Angka itu menurun drastis hingga 68,2% dibanding pendapatan dari penerbangan berjadwal pada 2019 yang mencapai US$ 3,77 miliar.

Penopang pendapatan usaha 2020 lainnya berasal dari pendapatan penerbangan tidak berjadwal senilai US$ 77 juta. Dibandingkan periode sama tahun sebelumnya senilai US$ 249,9 juta atau menyusut sekitar 69%. Sementara pada lini pendapatan lainnya, Garuda hanya mencatat pendapatan sebesar US$ 214 juta pada 2020. Sedangkan pada 2019 mencapai US$ 549,33 miliar atau anjlok hingga 61,04% secara tahunan.

Halaman: