Perusahaan multibisnis, PT Astra International Tbk akan meluncurkan bisnis barunya di bidang uang digital dan dompet elektronik, AstraPay, pada 15 September mendatang. Melalui aplikasi AstraPay, Astra akan bersaing dengan sejumlah kompetitor, yakni GoPay, OVO, DANA, dan LinkAja.
Direktur Astra International Suparno Djasmin menyampaikan, sampai saat ini, perusahaan mengaku telah memiliki 2,2 juta pendaftar yang siap menggunakan aplikasi tersebut. Peluncuran AstraPay menandai dimulainya ekosistem pembayaran digital Astra Group.
Ke depan, pengguna AstraPay dapat melakukan transaksi memakai QRIS di 2,5 juta merchant yang ada di Indonesia, hasil kerja sama dengan Astra Group. "Kami serius melakukan digitalisasi ini," ujarnya dalam Konferensi Pers Paparan Publik Virtual, Kamis (9/9).
Menurut dia, AstraPay hadir karena kebutuhan pelanggan terhadap pembayaran elektronik sangat tinggi pada ekosistem Astra. "Kami percaya ini bisa menjadi e-payment dan jadi smart wallet (dompet pintar) yang bisa diatur pemakaiannya oleh pelanggan," katanya.
Sebelumnya, Astra International menggelontorkan dana Rp 195,53 miliar untuk menambah modal di PT Astra Digital Arta (ADA), perusahaan penyelenggara layanan jasa keuangan berbasis teknologi (fintech). Astra Digital Arta merupakan pengelola aplikasi dompet digital AstraPay.
Perusahaan yang didirikan pada 2018 ini bergerak di bidang proses transaksi pembayaran, jasa layanan pembayaran (uang elektronik), transfer dana, dan transaksi perdagangan. Tak hanya itu, perusahaan juga aktif melakukan pengolahan data, perdagangan eceran daring, dan pengelolaan situs jejaring.
Penambahan modal dilakukan melalui pengambilan 1,95 juta saham baru yang diterbitkan oleh ADA dengan nilai nominal Rp 100 ribu per saham.
Pembelian saham dilakukan melalui dua entitas anak usaha Grup Astra yakni, PT Federal International Finance (FIF) dan PT Sedaya Multi Investama (SMI) pada 30 Juni 2021. SMI membeli 1,55 juta saham, sedangkan FIF membeli sebanyak 398.500 saham.
"Nilai transaksi Rp 195,53 miliar. Terdiri dari, Rp 155,68 miliar oleh SMI dan Rp 39,85 miliar oleh FIF," demikian tertulis dalam pengumuman transaksi afiliasi PT Astra International Tbk (ASII), entitas induk Grup Astra, di laman Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (26/7).
Berdasarkan laporan keuangan, induk Grup Astra ini mengantongi pendapatan bersih konsolidasi Rp 107,4 triliun sepanjang semester I 2021, atau naik 20% dibanding periode sama tahun lalu Rp 89,79 triliun.
Laba bersih konsolidasian Astra tercatat sebesar Rp8,8 triliun pada semester I 2021. Angka itu menyusut 22% dari perolehan untung bersih periode yang sama tahun lalu Rp 11,37 triliun, ketika grup memperoleh keuntungan dari penjualan saham Bank Permata sebesar Rp 5,88 triliun.
Namun, jika tanpa memperhitungkan keuntungan penjualan Bank Permata, laba bersih Grup meningkat 61%, terutama disebabkan kinerja divisi otomotif yang membaik.
Pertumbuhan laba bersih terutama dikontribusi oleh kinerja divisi otomotif melonjak hingga 362%, dari Rp 716 miliar pada enam bulan pertama 2020 menjadi Rp 3,31 triliun semester I tahun ini.
Sebelumnya, Presiden Direktur Astra International Djony Bunarto Tjondro menyampaikan sebagian besar kinerja bisnis Grup Astra membaik pada semester I 2021, dibanding periode yang sama tahun lalu. Saat itu, perusahaan menghadapi pembatasan-pembatasan bisnis yang signifikan, terutama terkait penanggulangan pandemi Covid-19.
"Meskipun kondisi bisnis telah membaik, kinerja Grup Astra masih akan menantang hingga akhir tahun ini," ujar Djony, Kamis (29/7).
Hal itu mengingat kinerja bisnis dan kepercayaan konsumen masih akan terdampak oleh situasi pandemi Covid-19 di Indonesia yang sangat memprihatinkan. Kendati demikian, Djony meyakini neraca keuangan dan posisi pendanaan Grup tetap kuat.
Berdasarkan kinerja masing-masing lini bisnis, divisi jasa keuangan mengantongi laba bersih Rp 2,13 triliun atau naik tipis 2% dari Rp 2,1 triliun. Keuntungan bersih divisi alat berat, pertambangan, konstruksi, dan energi naik 13% dari Rp 2,36 triliun menjadi Rp 2,68 triliun.
Divisi agribisnis mencatatkan laba bersih Rp 517 miliar atau melonjak 66% dari Rp 312 miliar. Divisi infrastruktur dan logistik membukukan laba bersih Rp 91 miliar dari semula mengalami kerugian Rp 88 miliar.
Divisi properti memperoleh laba bersih Rp 83 miliar atau tumbuh 17% dari perolehan sebelumnya Rp 71 miliar. Hanya divisi teknologi informasi yang mengalami penyusutan laba bersih 13% dari Rp 16 miliar menjadi Rp 14 miliar.