Adhi Karya Targetkan Kontrak Baru 2021 Naik 25%, Simak Strateginya

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.
Suasana aktivitas pengerjaan proyek Light Rail Transit (LRT) Jabodebek yang dikerjakan PT Adhi Karya (Persero) Tbk.
Penulis: Lavinda
14/10/2021, 11.07 WIB

PT Adhi Karya (Persero) Tbk menargetkan peningkatan capaian kontrak baru sebesar 20%-25% sepanjang tahun ini, dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini diwujudkan melalui upaya tender di beberapa proyek pembangunan infrastruktur.

Berdasarkan laporan tahunan, perusahaan pelat merah ini membukukan kontrak baru sebesar Rp 19,7 triliun sepanjang tahun lalu. Hal ini termasuk dalam total order book sebesar Rp 49,2 triliun pada 2020 lalu.

Mengacu pada data ini, Adhi Karya menargetkan perolehan kontrak baru di kisaran Rp23,6 triliun - Rp 24,6 triliun sepanjang tahun ini.

Sekretaris Perusahaan Adhi Karya Farid Budiyanto menyampaikan, untuk mencapai target perolehan kontrak baru tersebut, perusahaan mengikuti sejumlah proses tender pada kuartal IV 2021.

"Beberapa di antaranya, proyek perkeretaapian, proyek infrastruktur, proyek gedung, serta proyek lainnya," ujar Farid dalam keterangan tertulis, Kamis (14/10).

Sampai September 2021, emiten berkode saham ADHI ini memperoleh kontrak baru sebesar Rp 11,3 triliun. Jumlah ini naik 82,3% dibanding perolehan kontrak baru pada kuartal III 2020 yakni, Rp 6,2 triliun.

Lini bisnis konstruksi berkontribusi paling besar terhadap perolehan kontrak baru pada kuartal ketiga tahun ini, yakni mencapai 91%. Selain itu, lini bisnis properti sebesar 8%, dan sisanya merupakan lini bisnis lain.

"Nilai kontrak ini merupakan gabungan dari seluruh kontrak yang ada dari berbagai lini bisnis perusahaan," ujar Farid.

Berdasarkan tipe pekerjaan, proyek jalan dan jembatan tercatat sebesar 32%, sementara proyek gedung 27%. Proyek infrastruktur lainnya, seperti pembuatan bendungan, bandara, jalur kereta api, dan proyek energi, serta proyek lainnya sebesar 41%.

Menurut segmentasi sumber dana, realisasi kontrak baru yang bersumber dari proyek kepemilikian swasta/lainnya sebesar 56%. Kemudian, kontrak baru dari pemerintah tercatat 34%. Sisanya, sumber dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebesar 10%.