CT Corps melalui PT Trans Airways berencana menambah modal PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, serta berdiskusi dengan investor strategis untuk turut menyuntikkan modal. Hal ini dilakukan demi memperkuat aktivitas usaha maskapai milik negara tersebut.
Berdasarkan catatan Bursa Efek Indonesia (BEI), Mayoritas saham Garuda dimiliki oleh pemerintah dengan porsi 60,54%. Sementara itu, Trans Airways menggenggam 28,27%, dan sisanya masyarakat sebanyak 11,19%.
Chairman CT Corps Chairul Tanjung mengatakan, saat ini proses restrukturisasi utang Garuda sedang berjalan. Sebagian kreditur sudah menyetujui proposal restrukturisasi yang diajukan perusahaan. Namun, ada beberapa penyewa pesawat (lessor) yang masih mempertimbangkan untuk sepakat dengan konten proposal tersebut.
"(Pihak) yang masih maju mundur itu lessor. Sebagian lain sudah menyetujui proposal restrukturisasi, tapi ada lessor yang belum. Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi sleesai," ujar Chairul Tanjung di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (11/1).
Setelah rampung, Chairul mengatakan pihaknya akan menyuntikkan modal kepada perusahaan pelat merah tersebut. Namun, dia tak menyebut secara rinci bagaimana skema penambahan modal yang akan dilakukan. "Kalau selesai, nanti rencananya kami akan menambah modal untuk memperkuat," katanya.
Taipan yang masuk jajaran 10 orang terkaya di Indonesia itu juga mengatakan pihaknya akan berdiskusi dengan investor strategis untuk turut menyuntikkan dana kepada Garuda Indonesia. Tak hanya itu, dia juga berharap pemerintah merealisasikan penyertaan modal negara (PMN) yang semula sudah dialokasi untuk menyelamatkan Garuda.
"Nanti rencananya kami juga akan bicara dengan investor strategis, saya belum bisa ngomong. Kami juga berharap PMN, nantilah," ujarnya.
Sebelumnya, Garuda dilanda krisis keuangan akibat kebijakan pembatasan perjalanan di tengah pandemi Covid-19. Hal ini membuat lalu lintas penerbangan penumpang turun signifikan. Perusahaan memasuki proses restrukturisasi utang yang diawasi pengadilan setelah menerima petisi yang diajukan terhadapnya pada Desember 2021.
Perusahaan berkode saham GIAA ini berencana untuk mengurangi kewajibannya lebih dari 60% melalui proses restrukturisasi untuk bertahan di tengah pandemi. Berdasarkan proposal yang diajukan, perusahaan berencana untuk mengurangi kewajibannya dari US$ 9,8 milar atau sekitar Rp 140 triliun menjadi US$ 3,7 miliar atau setara Rp 52 triliun.
Berdasarkan data Tim Pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Garuda Indonesia, kreditur Garuda mengajukan klaim penagihan utang hingga sekitar US$ 13,8 miliar atau setara Rp 198 triliun.
Dilansir dari Bloomberg, tim PKPU Garuda Indonesia yakni Martin Patrick Nagel dan Jandri Siadari mengatakan, sebanyak lebih dari 470 kreditur pada akhir batas waktu 5 Januari 2022 yang mengajukan klaim. Untuk selanjutnya, tim PKPU akan memverifikasi klaim sementara.
Setelah tahapan verifikasi selesai, tim PKPU akan memasukkan nominal yang valid dalam proses restrukturisasi pada 19 Januari 2022.
Direktur Keuangan Garuda Indonesia Prasetio mengatakan, nominal tagihan utang yang diajukan kreditur lebih besar karena beberapa lessor menyerahkan total dan kewajiban masa depan Garuda, serta tidak mengurangi dari utang tersebut.
"Operator akan tetap dengan kewajiban US$ 9,8 miliar pada pembukuannya," kata Prasetio dikutip dari Bloomberg, Selasa (11/1).