OJK Beri Sinyal Blibli Akan Segera IPO

Katadata/Desy Setyowati
Petugas kurir Blibli.com di warehouse di Jalan Dewi Sartika, Jakarta.
14/6/2022, 14.14 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan sinyal bahwa Blibli akan segera melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hingga 11 Juni 2022, terdapat 57 perusahaan yang ada dalam pipeline penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO).

Dari 57 perusahaan yang antre untuk mencatatkan sahamnya, delapan dari perusahaan tersebut di antaranya berasal dari sektor teknologi dengan nilai mencapai Rp 7,36 triliun. Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal I OJK Djustini Septiana mengatakan, nilai IPO perusahaan teknologi sangat tinggi, meski belum banyak perusahaan yang masuk dalam kategori unicorn dan decacorn yang akan melakukan IPO.

"Pada saat mereka melakukan IPO itu offeringnya cukup tinggi, seperti GoTo, dan sebentar lagi Blibli," kata Djustini dalam Media Briefing OJK, Selasa (14/6).

Sebagaimana diketahui, Blibli dikabarkan akan IPO setelah merger dengan Tiket.com. Menurut data Dailysocial, Tiket.com dan Blibli disebut-sebut sudah berstatus unicorn atau startup dengan valuasi di atas US$ 1 miliar. Keduanya juga didukung oleh Grup Djarum.

Sumber Bloomberg menyebutkan, Tiket.com mengkaji merger dengan Blibli setelah pembicaraan dengan perusahaan akuisis bertujuan khusus alias SPAC untuk IPO gagal. Sejak tahun lalu, Tiket.com dikabarkan mempertimbangkan untuk go public melalui merger dengan SPAC COVA Acquisition Corp.

Adapun, 57 perusahaan yang ada dalam pipeline IPO mengincar dana sebesar Rp 18,15 triliun. Seluruh perusahaan tersebut diharapkan dapat efektif hingga akhir tahun ini.

"Tapi ini tidak bisa kami pastikan karena ketidakpastiannya cukup tinggi, dipengaruhi faktor eksternal dan internal perusahaan itu sendiri," ujar dia.

Selain sektor teknologi, 49 perusahaan lainnya yang berada dalam pipeline IPO yakni, lima perusahaan dari sektor bahan baku dengan nilai indikasi mencapai Rp 372,6 miliar, tujuh perusahaan dari sektor konsumer primer dengan nilai indikasi sebesar Rp 342,1 miliar, dan 13 perusahaan konsumer non primer senilai Rp 2,5 triliun.

Kemudian, tiga perusahaan dari sektor finansial dengan nilai Rp 89,8 miliar, dua perusahaan dari sektor kesehatan dengan nilai indikasi mencapai Rp 102,8 miliar, dan empat perusahaan dari sektor energi dengan nilai mencapai Rp 5,6 triliun.  Sebanyak tiga perusahaan dari sektor industri dengan nilai indikasi Rp 129,7 miliar, dan enam perusahaan sektor infrastruktur dengan nilai indikasi mencapai Rp 404,4 miliar.

Lalu, tiga perusahaan dari sektor transportasi dan logistik dengan nilai mencapai Rp 729,7 miliar dan tiga perusahaan properti dan real estat dengan nilai indikasi Rp 249,3 miliar.

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi