Sejumlah negara di dunia berpotensi menghadapi resesi ekonomi dan era suku bunga tinggi pada tahun depan. Pengamat perbankan menilai bank-bank nasional perlu mewaspadai peningkatan risiko kredit bermasalah, serta melakukan peningkatan modal atau pencadangan yang besar.
Pengamat Perbankan, Paul Sutaryono mengatakan, bank-bank nasional wajib melakukan peningkatan modal, karena hal ini sangat penting bagi sektor keuangan untuk menyerap aneka potensi risiko yang ada. Risiko ekonomi yang dimaksud seperti, risiko peningkatan kredit bermasalah, risiko pasar keuangan, risiko operasional, dan likuiditas.
Mantan Assistant Vice President BNI ini juga menyarankan bank untuk meningkatkan penerapan manajemen risiko, lantaran potensi risiko kredit bermasalah semakin tinggi di masa mendatang.
Selain itu, bank pun diimbau untuk mengerek tingkat efisiensi. menurut dia, hal itu perlu dilakukan sebagai salah satu strategi untuk memenangi persaingan perbankan yang semakin sengit.
Paul juga meminta perusahaan perbankan untuk menahan kenaikan suku bunga kredit, agar penyaluran kredit tidak terganggu, terlebih di tengah potensi penurunan daya beli masyarakat di tengah kemungkinan resesi ekonomi di masa mendatang.
"Lebih baik bank mengerem kenaikan suku bunga kredit yang terlalu tinggi, supaya penyaluran kredit tidak terlalu tertekan. Selain itu, karena daya beli masyarakat menengah ke bawah bakal lebih tergerus potensi resesi," ujarnya kepada Katadata.co.id, Rabu (2/11).
Sebelumnya, Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA), Lani Darmawan memperkirakan, bank-bank besar di Tanah Air akan menaikkan suku bunga pinjaman dan simpanan pada November 2022. Hal ini terjadi seiring kebijakan Bank Indonesia (BI) yang telah menaikkan suku bunga acuan sepanjang tahun ini.
Lani menjelaskan, kondisi ekonomi global menekan Bank Indonesia (BI) untuk terus menaikkan suku bunga acuan dalam beberapa bulan terakhir, dengan akumulasi mencapai 125 basispoin sepanjang tahun ini. Menurut dia, setidaknya 10 bank besar memiliki konsensus dalam menghadapi kondisi ekonomi saat ini.
Dalam hal ini, dia memperkirakan bank-bank besar tak akan lagi bisa menahan tekanan suku bunga tinggi, dan akan turut menaikkan bunga pinjaman sekaligus bunga simpanan perusahaan.
"Terutama top 10 bank dengan kenaikan (suku bunga acuan) sekarang, saya rasa tak akan bisa tahan. Kalau saya lihat di market (pasar) mungkin November ini harus naik (suku bunga) semua," ujar Lani dalam konferensi pers, dikutip Jumat (28/10).
Khusus di Bank CIMB Niaga, lanjut Lani, hal yang sama berpotensi terjadi. Menurut dia, perusahaan masih menerapkan tarif bunga atau risk base pricing. Hal ini merupakan penetapan suku bunga yang disesuaikan dengan tingkat risiko, sehingga setiap debitur mendapat suku bunga kredit yang berbeda.
"Relationship base juga berjalan, jadi tidak ada satu rate untuk semua," tuturnya.
Kendati demikian, dengan rasio dana murah atau CASA ratio yang memadai, likuiditas Bank CIMB Niaga berada di level yang kuat. Tak hanya itu, rasio pinjaman terhadap simpanan juga berada pada level yang baik, dan hal ini menjadi manuver bisnis yang penting di masa mendatang.