Suku Bunga Acuan Naik Agresif, Ini Dampaknya Pada Emiten Properti

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc.
Pengunjung melihat maket perumahan pada pameran Indonesia Properti Expo 2022 di JCC, Jakarta, Minggu (20/11/2022).
22/11/2022, 15.40 WIB

Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga acuan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) 50 basispoin (Bps) menjadi 5,25% pada November 2022. Hal ini diproyeksi akan berdampak negatif pada kinerja keuangan dan saham emiten sektor properti, apalagi bank sentral berpotensi masih akan kembali menaikkan suku bunga acuan. 

Dilihat dari indeks IDX, sektor properti sudah melemah hingga -10,44% dalam perhitungan Year to Date (YtD) sejak awal tahun 2022 hingga saat ini. Sebanyak 46 saham mencatat kinerja harga negatif atau 70% dari jumlah emiten properti yang ada.

Analis PT Henan Putihrai Sekuritas, Jono Syafei mengatakan, emiten properti dapat terkena dampak negatif dari kenaikan suku bunga. Sebab akan mempengaruhi daya beli masyarakat yang tergantung pada suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

"Emiten properti sendiri masih akan terus tumbuh, walaupun mungkin tahun depan akan melambat dibandingkan tahun 2020 dan 2021. selain karena high base effect dari tahun sebelumnya," kata Jono kepada Katadata, Senin (21/11).

Jono mengatakan, hingga akhir tahun, kinerja emiten properti akan masih tetap kuat, terutama karena beberapa emiten melakukan serah terima, sehingga akan tercatat sebagai pendapatan.

Sementara itu, dari sisi marketing sales per kuartal III tahun ini, kinerja mayoritas emiten properti masih menunjukkan pertimbuhan positif dari tahun lalu. Meskipun di tengah sentimen negatif dari ancaman resesi atau perlambatan ekonomi global.

Menurutnya, pada 2023 ada potensi pelemahan daya beli properti. Meskipun begitu, masih ada katalis positif dari kebijakan pelonggaran rasio loan to value/ financing to value atau LTV/FTV dari Bank Indonesia yang diperpanjang hingga desember 2023.

Sependapat, Research & Consulting PT Infovestama Utama, Nicodemus Anggi, mengatakan kenaikan suku bunga acuan secara langsung berdampak negatif pada prospek negatif saham-saham di sektor properti.

"Di 2023 tren nya diperkirakan sama karena kita tengah memasuki rezim suku bunga tinggi. Kenaikan suku bunga acuan yang turut mendongkrak tingginya suku bunga pinjaman akan membuat investor lebih memilah-milah dalam membeli atau menyewa properti,"katanya.

Akibatnya, menurut Nico, sisi permintaan terhadap properti akan berkurang. Sehingga proyeksi pendapatan atau penjualan perusahaan emiten properti akan berkurang jika tidak disiasati dengan perluasan lini bisnis yang lain.

Kenaikan suku bunga BI7DRR secara agresif sebesar 50 bps ini merupakan yang ketiga kalinya secara beruntun sejak Agustus 2022 hingga ke level tertingginya lebih dari 3 tahun terakhir.

Kenaikan ini juga merupakan yang keempat kalinya sepanjang tahun ini. Jika ditotal, kenaikan suku bunga acuan BI telah naik 175 bps sepanjang tahun ini. Dengan kenaikan ini, selisih suku bunga bersih rupiah terhadap dolar AS kembali melebar menjadi 175 bps.

Seperti diketahui, bank sentral AS kembali menaikkan suku bunga The Fed sebesar 75 bps ke kisaran 3,75-4% pada awal bulan November. Selain menaikkan suku bunga acuan, RDG BI juga menaikkan suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 4,5% dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bs menjadi 6%. 

Reporter: Patricia Yashinta Desy Abigail