PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) melayangkan gugatan perbuatan hukum terhadap dua krediturnya, Greylag Goose Leasing dan Greylag Goose Leasing Designated Activity Company. 

Dalam gugatan yang dilayangkan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan nomor perkara 793/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst, Jumat (30/12) lalu, maskapai pelat merah tersebut menggugat dua krediturnya untuk membayar kerugian materiil Rp 14,25 miliar dan immateriil sebesar Rp10 triliun.

Mengkonfirmasi gugatan tersebut, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyatakan hal tersebut benar. “Iya benar gugatan itu. Namun, kami mau fokus disuspensi (saham GIAA, red) yang diangkat,” katanya kepada Katadata.co.id, Selasa (3/1).

Dalam petitum yang dikutip dari SIPP PN Jakarta Pusat, Garuda meminta majelis hakim menerima dan mengabulkan seluruh gugatannya.

Pertama, menyatakan dua krediturnya  melakukan perbuatan melawan hukum.

Kedua, menghukum mereka untuk mencabut dan menghentikan upaya memperoleh pembayaran di luar ketentuan yang telah disepakati dalam Putusan Pengesahan Perdamaian (Homologasi) No.425/Pdt.SusPKPU/2021/PN. Niaga.Jkt.Pst., tanggal 17 Juni 2022.

Ketiga, menghukum Greylag Goose Leasing untuk menerima pengembalian Pesawat Airbus Model A330-200 dengan Nomor Seri Pabrikan 1410 sebagai pemenuhan kewajiban Garuda berdasarkan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tanggal 27 Juni 2022.

Keempat, menghukum Greylag Goose Leasing Designated Activity Company untuk menerima pengembalian Pesawat Airbus Model A330-300 dengan Nomor Seri Pabrikan 1446 sebagai pemenuhan kewajiban penggugat  berdasarkan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tanggal 27 Juni 2022.

Kelima, menghukum para tergugat untuk membayar secara tunai dan seketika seluruh kerugian materiil terkait biaya-biaya yang telah dikeluarkan penggugat untuk menanggapi perbuatan melawan hukum para tergugat, serta biaya pemeliharaan dan asuransi  pesawat sebesar Rp14,2 miliar.

Keenam, menghukum para tergugat untuk membayar secara tunai dan seketika seluruh kerugian imateriel atas kehilangan keuntungan dan rusaknya reputasi penggugat yang tidak dapat dinilai dalam materi, paling sedikit sebesar Rp 10 triliun.

Selain itu, GIAA juga meminta majelis hakim untuk memutus bahwa putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun ada upaya verzet, banding, kasasi, perlawanan dan atau peninjauan kembali.

Saat ini, Garuda Indonesia sedang “terbang” kencang di tengah berbagai sentimen positif baru-baru ini. Awal tahun, Garuda Indonesia sudah resmi merampungkan proses restrukturisasi kinerja usaha yang terus diintensifkan sejak akhir 2021 lalu.  Perampungan restrukturisasi ditandai dengan diterbitkannya surat utang baru dan sukuk baru pada 28 dan 29 Desember 2022.

Hal ini sebagai rangkaian akhir dari aksi korporasi strategis yang dilaksanakan emiten berkode GIAA itu untuk mencapai tanggal efektif berdasarkan perjanjian perdamaian yang telah dihomologasi oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 27 Juni 2022 yang lalu atau Perjanjian Perdamaian. 

Selain itu, pencabutan suspensi saham GIAA, Selasa (3/1) pagi ini membuat harga sahamnya terbang tinggi. Sebelumnya, di sisi lain, Garuda Indonesia juga punya outlook kinerja positif bertepatan dengan momentum putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak pengajuan kasasi yang diajukan oleh dua lessor dari Greylag Goose Leasing Designated Activity Company berdasarkan pengumuman website MA pada 26 September 2022 lalu.

Melalui berbagai langkah strategis yang terus dijalankan dalam menunjang langkah pemulihan kinerja tersebut, Garuda Indonesia mulai menunjukkan performa kinerja positif khususnya pada saat proses PKPU telah selesai dilaksanakan yang tercermin dari pencatatan laba bersih US$ 3,7 miliar atau setara Rp 58 triliun hingga 9 bulan 2022. Hal ini berbanding terbalik dengan periode yang sama tahun lalu dengan rugi bersih sebesar US$ 1,6 miliar.

"Dengan outlook kinerja yang positif serta dengan diumumkannya putusan MA atas penolakan kasasi akan semakin memperkuat langkah perseroan untuk terus mengakselerasi proses restrukturisasi yang kami proyeksikan dapat rampung pada akhir tahun ini. Hal ini yang tentunya turut menjadi momentum penting bagi upaya Garuda dalam memaksimalkan momentum bangkitnya sektor industri aviasi di tahun 2023 mendatang,” ungkap Irfan.