BUMN Pastikan IPO Pertamina Hulu Energi Tak Gandeng Investor Jangkar
Kementerian BUMN memastikan mekanisme penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) saham PT Pertamina Hulu Energi atau PHE di Bursa Efek Indonesia (BEI) tak akan menggaet pendanaan mayoritas dari investor jangkar atau anchor investor. Investor jangkar adalah investor besar yang mampu menarik partisipasi investor lainnya.
Wakil Menteri BUMN Pahala Nugraha Mansury mengatakan bahwa struktur IPO anak usaha Pertamina yang bergerak di bidang hulu migas ini akan berbeda dari format IPO PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) yang telah tercatat di BEI pada 23 Februari 2023 lalu.
"PHE strukturnya berbeda. Ini betul-betul IPO," kata Pahala di Gedung Nusantara I DPR Jakarta, Kamis (15/6).
Pahala menambahkan, pelepasan saham PHE ke publik diperkirakan berada di kisaran 5%-10% dari total kepemilikan perusahaan. Angka ini lebih kecil dari yang dikatakan oleh Direktur Utama PT PHE, Wiko Migantoro yang berencana melepas 10%-15% saham ke publik pada tahun ini.
Namun Pahala masih enggan untuk mengatakan detail dan target dana yang diincar dari aksi korporasi ini. “Kalau target nanti kami lihat pasarnya," ujarnya.
Kementerian BUMN sejauh ini telah menggandeng lembaga keuangan maupun perbankan domestik dan internasional seperti Citibank, JPMorgan Chase & Co, Credit Suisse, Mandiri Sekuritas hingga Danareksa sebagai penasihat PHE sebelum melaksanakan IPO.
Lebih lanjut, ia juga belum memberikan kepastian termin pelaksanaan IPO PHE. Menurutnya Kementerian BUMN dan Pertamina masih menunggu waktu dan momentum yang tepat untuk mendapatkan hasil yang optimal.
"Namanya aksi korporasi pasar modal memang harus tunggu waktu yang tepat," kata Pahala.
Sebelumnya Pahala menyampaikan bahwa dana yang diperoleh dari IPO akan digunakan untuk membayar utang dan belanja modal alias capital expenditure (capex).
PHE memiliki utang US$ 4,5 miliar atau setara Rp 70,2 triliun dengan asumsi kurs Rp 15.600. Sedangkan kebutuhan untuk capex US$ 4 miliar sampai US$ 6 miliar atau setara Rp 60 triliun hingga Rp 90 triliun per tahun.
Besaran capex itu diproyeksikan meningkat menjadi US$ 15 miliar atau Rp 234 triliun pada 2024. Adapun IPO ini merupakan salah satu upaya perusahaan meningkatkan sumber pendanaan dari luar holding PT Pertamina.
Sebab Pertamina kini harus menanggung beban keuangan yang cukup berat. “Utang US$ 4,5 miliar. Maka IPO jadi suatu kebutuhan bagi PHE untuk menghimpun dana lewat pasar modal. Kalau terlalu bergantung pada utang tidak bagus," kata Pahala usai Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VI DPR di Jakarta, Rabu (7/12).