PT Nusantara Infrastructure Tbk (META) berencana untuk melakukan go private. Atas dasar itu, perdagangan sahamnya dihentikan sementara atau suspensi oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai perdagangan sesi satu Rabu (8/11) di seluruh pasar.
Go private adalah aksi korporasi di mana sebuah perusahaan memutuskan untuk melakukan penghapusan saham dari bursa atau delisting secara sukarela. Artinya, yang awalnya merupakan perusahaan terbuka, melalui proses ini maka perusahaan tersebut akan kembali menjadi perusahaan tertutup.
Untuk merealisasikan rencananya, emiten pengelola jalan tol milik Grup Salim itu akan terlebih dahulu meminta persetujuan dari para pemegang saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) 19 Desember 2023 mendatang.
Dikutip dari Emtrade, Minggu (12/11) META merupakan emiten yang IPO pada 18 Juli 2001 silam dengan harga penawaran Rp 200 per saham. Berdasarkan data RTI per 29 September 2023, PT Metro Pacific Tollways Indonesia memiliki saham META sebesar 74,65% dan PT Indonesia Infrastructure Finance sebesar 10%.
Sedangkan kepemilikan masyarakat sekitar 13,16% untuk non warket scripless dan 0,01% untuk warkat scrip. Sisanya, merupakan kepemilikan Direktur Utama M. Ramdani Basri dan saham treasuri.
Sebelum suspensi, saham META parkir di level 238. Sejak awal tahun, sahamnya sudah melambung 96%. Dalam 3 bulan terakhir naik 105%, sedangkan dalam 1 bulan terakhir terkoreksi 3,25%.
Perlu diketahui, delisting terbagi menjadi dua jenis, yaitu delisting sukarela atau go private dan delisting paksa. Dalam hal ini, penghapusan saham META adalah inisiasi dari perusahaan sendiri. Sehingga tidak ada indikasi bahwa perusahaan melanggar aturan tertentu karena bukan dihapus secara paksa.
Sebuah perusahaan boleh go private jika sahamnya sudah tercatat sekurang-kurangnya lima tahun dengan persetujuan dari RUPS. Dengan catatan perusahaan harus membeli kembali alias buyback saham yang sebelumnya diperdagangkan kepada publik, sehingga pemegangnya menjadi kurang dari 50 pihak atau jumlah lain yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Buyback bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada investor, terutama investor ritel. Sebab dengan adanya aksi buyback, investor ritel berkesempatan untuk mendapatkan uangnya kembali dengan menjual saham yang dimiliki.
Biasanya perusahan akan melakukan buyback dengan harga yang cenderung lebih tinggi dari harga pasar. Tetapi jika terdapat pihak yang yang bersedia membeli saham publik atau tender offer, maka kewajiban buyback dikecualikan.
Salah satu contohnya adalah produsen air minum PT Aqua Golden Mississippi (AQUA) yang memutuskan untuk go private pada tahun 2011 silam. Sebelum keluar dari bursa, PT Tirta Investama, pemegang saham mayoritasnya menuntaskan tender offer pada akhir 2010 atas sisa saham publik.
Investama membeli 5,44% saham atau sekitar 700 ribu lembar pada harga tender Rp 500 ribu per saham. Dengan demikian total dana yang dikeluarkan mencapai Rp 358 miliar. Kala itu banyak investor ritel yang untung besar karena perseroan membeli kembali saham yang beredar di masyarakat dengan harga yang lebih tinggi.
Ketentuan Harga Buyback
Jika delisting karena alasan go private, maka investor masih punya hak untuk sahamnya dibeli oleh perusahaan. Namun prosesnya mungkin akan memakan waktu yang cukup lama, sehingga investor harus ekstra sabar.
Sebagaimana yang tertuang dalam POJK 3/2021, buyback wajib diselesaikan oleh emiten paling telat 18 bulan setelah pengumuman delisting.
Tiga ketentuan harga buyback untuk perusahaan yang melakukan delisting sukarela adalah:
- Untuk saham yang tercatat dan diperdagangkan di BEI, harga pembelian saham harus lebih tinggi dari harga rata-rata dari harga tertinggi perdagangan harian di Bursa Efek dalam jangka waktu 90 hari terakhir sebelum pengumuman RUPS untuk perubahan status perusahaan terbuka menjadi perseroan yang tertutup.
- Untuk saham yang tercatat dan diperdagangkan di bursa, namun selama 90 hari atau lebih sebelum pengumuman RUPS dalam rangka perubahan status perusahaan terbuka menjadi perseroan yang tertutup tidak diperdagangkan di Bursa Efek atau dihentikan sementara perdagangannya oleh Bursa Efek, harga pembelian saham harus lebih tinggi dari harga rata-rata dari harga tertinggi perdagangan harian di Bursa Efek dalam waktu 12 bulan terakhir yang dihitung mundur dari hari perdagangan terakhir atau hari dihentikan sementara perdagangannya
- Untuk saham yang tidak tercatat dan tidak diperdagangkan di bursa, harga pembelian saham harus lebih tinggi dari harga wajar yang ditetapkan oleh penilai yang terdaftar di OJK.
Sementara dalam keterbukaan informasi BEI, manajemen META menyebut dengan rencana go private, pemegang saham akan memiliki kesempatan untuk menjual kepemilikan saham mereka dengan harga yang wajar dengan tetap mengacu pada ketentuan hukum yang berlaku.
Manfaat-manfaat rencana go private kepada pemegang saham publik:
- Kesempatan untuk menjual kepemilikan saham dengan harga wajar yang lebih tinggi dari harga rata-rata saham.
- Pembayaran komisi kepada perantara perdagangan efek oleh MPTI.
- Konsekuensi dari segi pajak
Dalam hal pencatatan saham perseroan dihapuskan dari BEI, maka pemegang saham publik yang tidak ikut serta dalam penawaran tender akan menjadi pemegang saham dari suatu perusahaan yang tidak tercatat.
Dengan demikian, para pemegang saham publik tersebut akan tidak dapat lagi menjual sahamnya melalui BEI. Apabila pemegang saham hendak menjual sahamnya setelah saham perseroan tidak lagi tercatat di BEI, maka dapat terkena pungutan pajak penghasilan yang diperoleh dari penjualan saham sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku. Saat ini dikenakan suku tarif pajak tetap sebesar 22% untuk perusahaan dan tarif pajak progresif dengan tarif pajak tertinggi sebesar 30% untuk perorangan.
Apabila pemegang saham bukan merupakan penduduk Indonesia, maka penjualan saham perseroan yang tidak lagi tercatat di BEI dapat terkena pungutan pajak penghasilan sebesar 20% dari harga jual. Kecuali mendapat pengecualian berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda yang berlaku.