Waskita Restrukturisasi Obligasi, Jatuh Tempo Diperpanjang hingga 2034

Katadata
PT Waskita Karya Tbk (WSKT) mengubah jadwal pembayaran kupon obligasi sebagai salah satu bagian dari proses restrukturisasi utang perusahaan konstruksi pelat merah tersebut.
24/6/2024, 13.52 WIB

PT Waskita Karya Tbk (WSKT) mengubah jadwal pembayaran kupon obligasi sebagai salah satu bagian dari proses restrukturisasi utang perusahaan konstruksi pelat merah tersebut. Salah satu obligasi yang seharusnya jatuh tempo 6 Agustus 2023 diperpanjang menjadi 31 Desember 2034. 

Menurut keterangan resmi Waskita Karya di situs keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), perusahaan konstruksi itu telah mendapatkan persetujuan revisi pada hasil Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) yang dilaksanakan pada tanggal 22 Februari 2024.

Surat utang yang direvisi tanggal jatuh temponya adalah obligasi berkelanjutan IV Waskita Karya Tahap I Tahun 2020. Lalu obligasi berkelanjutan III Waskita Karya Tahap II Tahun 2018 Seri B. Kemudian, obligasi berkelanjutan III Waskita Karya Tahap III Tahun 2018 Seri B.

"Obligasi tersebut akan jatuh tempo pada tanggal 31 Desember 2034 dengan jangka waktu 16 tahun 10 bulan 8 hari usai RUPO," kata manajemen alam keterangan resminya, dikutip Senin (24/6).

Sebagai informasi, obligasi berkelanjutan IV tahap I Tahun 2020 masa jatuh temponya adalah 6 Agustus 2023, dengan jangka waktu 3 tahun sebelum direvisi dengan tingkat bunga 10,75%.

Usai RUPO, tingkat bunga obligasi tersebut menjadi 5% per tahun ditambah kupon standstill 12,5%. Adapun, bunga sejak tanggal 24 November 2022 sampai dengan tanggal berlakunya Addendum II Perjanjian Perwaliamanatan akan dibayarkan sebesar 12,5% dari jumlah bunga sebelum tanggal berlakunya Addendum II Perjanjian Perwaliamanatan.

Berdasarkan laporan keuangan WSKT per 31 Maret 2024, perusahaan memiliki utang obligasi yang akan jatuh tempo dalam jangka waktu satu tahun senilai Rp 4,71 triliun. Sementara itu, utang obligasi jangka panjang senilai Rp 4,12 triliun dan sukuk mudharabah senilai Rp 1,14 triliun. 

Reporter: Patricia Yashinta Desy Abigail